MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menjelaskan sebagai pemimpin mengampu tugas untuk memberikan jalan serta memberikan arah untuk orang yang tersesat. Selain itu pemimpin juga diharapkan mampu memberikan solusi yang dianggap efektif.
Menurut Haedar fungsi pemimpin juga disebut direct yaitu memerintah dan melakukan sesuatu yang bersifat langsung. Dari berbagai konsep dasar seperti itu betapa pentingnya pemimpin itu. Ibarat kepala di tubuh kita.
“Kata pepatah ‘ikan busuk dimulai dari kepala’ artinya adalah baik buruknya sebuah bangsa, umat, lingkungan, komunitas, itu semua tergantung kepada pemimpinnya,” jelas Haedar Nashir pada kegiatan Baitul Arqam Pimpinan Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta via Zoom Meeting, Jum’at (4/3).
Lebih lanjut, Haedar menjelaskan kepemimpinan transformatif yang berasal dari kata transform, yaitu kepemimpinan yang berorientasi pada perubahan. Seorang pemimpin dengan tindakannya membawa kearah perubahan sejatinya itulah kepemimpinan transformatif. Kepemimpinan transformatif dan karismatik merupakan hal yang berbeda.
Haedar mengatakan kepemimpinan karismatik adalah apa yang dikonstruksikan oleh orang atau masyarakat sebagai karisma, sehingga dengan kata lain pemimpin tersebut biasa saja, namun oleh khalayak ramai ia di agung-agungkan. Tetapi baik pikiran maupun alamiah, kepemimpinan karismatik memiliki daya tarik kepada seseorang untuk mengikuti pemimpin tersebut dan memiliki daya untuk perilaku apa yang diinginkan.
Aspek dari kepemimpinan transformatif, kata Haedar meliputi beberapa poin, Pertama, memiliki aspek kreatif yaitu pemimpin melakukan sesuatu diluar cara berpikir orang dalam hal berkarya yang mampu menghasilkan kreasi, orang yang mampu menciptakan hal baru. Kedua yaitu kepemimpinan yang inovatif yang mampu melahirkan terobosan baru dalam ide dan karya-karyanya. Ketiga yaitu kepemimpinan yang bisa melakukan recovery yaitu memperbarui. Contohnya di era pandemi saat ini mencoba melakukan perubahan baru. Keempat, adanya progress yaitu kemajuan yang bisa diukur.
“Harapannya di perguruan tinggi kita mampu mengembangkan 4 aspek kepemimpinan ini,” tutur Haedar Nashir.
Kepemimpinan profetik merupakan kepemimpinan kenabian yang berorientasi pada nabi. Proyeksi dari ukhuwah, yaitu proyeksi dari apa yang dilakukan Nabi dalam memimpin dunia. Profesor Haedar juga menjelaskan bahwa ada dua substansi dalam hal tersebut, pertama, dalam menegakkan nilai-nilai agama Islam. Ada nilai metafisik dan nilai agama yang punya potensi Habluminallah dan Habluminannas.
Kemudian Ada nilai pola perilaku yaitu bagaimana seseorang bertindak yang terpuji dan baik dan tidak berkata yang bersifat mudharat. Nilai ini mampu dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga agama bukan hanya dogma ajaran tetapi mengaktual juga. Nabi membuktikan dengan menerapkan nilai-nilai agama Islam.
“Hal ini bisa dibuktikan di Unisa dengan makna Islam dan Kemuhammadiyahan di jalankan, tidak hanya internalisasi tapi melimpahkan di institusional Unisa juga,” lanjut Profesor Haedar.
Yang kedua, yaitu dimensi duniawi. Kepemimpinan Profetik juga mengurus Muamalah. Tidak benar ketika pengurus muslim menjadi anti dunia, harus diseimbangkan. Namun caranya berbeda dengan orang yang hanya berorientasi pada dunia. Harus memadukan urusan dunia dan akhirat. Kuncinya adalah Sidiq, Amanah, Tabligh, dan Fatonah.
“Setiap pemimpin itu harus belajar termasuk belajar dari kesalahan dan harus membaca. Sebagai pemimpin perguruan tinggi ikuti perkembangan berita dari media sosial, dari buku, hasil penelitian, dan sebagainya untuk bahan belajar. Kepemimpinan profetik dimulai dari hal kecil sampai hal besar,” tutupnya.