MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Perempuan turut memiliki peranan penting dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Perjuangan para perempuan Indonesia untuk berjuang di ranah publik juga tak mudah.
Dijelaskan Chusnul Hayati bahwasannya perang melawan kolonialisme Belanda pada abad ke-19 telah melibatkan perempuan terutama di Aceh karena adanya fanatisme dan semangat untuk mengusir penjajah.
Menurut Ketua PWA Jawa Tengah yang membidangi Lembaga Kebudayaan (LK) dan Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) itu, penulis Belanda yang bernama Zentgraaf bahwasannya sejarah Aceh mengenal perempuan-perempuan besar yang memegang peranan penting dalam potilik dan peperangan. Di antaranya tokoh-tokoh perempuan dalam perang Aceh yang terjadi tahun 1873 hingga 1942 yaitu Cut Nyak Dhien, Cut Nyak Meutia, Pocut Baren, dan Pocut Meurah Intan.
Perjuangan itu dilakukan para perempuan Aceh karena adanya keterbelakangan, rendahnya kedudukan dan martabat perempuan.
Selain itu, lanjut Chusnul, adanya feodalisme, kolonialisme, otoritarianisme menyebabkan status sosial perempuan menjadi lebih sulit. Perempuan dipaksa untuk menikah, adanya kekerasan, pingitan, dan lain sebagainya membuat perempuan menjadi terkekang seperti apa yang disampaikan Kartini dalam surat-suratnya.
Namun kemudian perempuan tidak diam saja, muncullah kesadaran para tokoh pergerakan nasional untuk melibatkan para perempuan dalam pergerakan nasional. ”Selain itu munculnya keinginan untuk maju yakni kesadaran dari keterbelakangan menuju kemajuan umat diilhami ide kemajuan dan emansipasi,” tuturnya.
Para tokoh pun menyadari bahwa jika ingin maju maka harus melibatkan Ibu bangsa yaitu para perempuan untuk itu sangat dirasa perlu untuk membuat kedudukan perempuan yang sederajat. Membuat perempuan memiliki kedudukan yang sederajat menurut Chusnul dilakukan dengan menghapuskan kejahiliyahan pada kedudukan yang sederajat tanpa arogansi serta perbedaan rasial dan status sosial.
”Peningkatan martabat perempuan yakni perubahan kultural melalui pendidikan untuk menghapuskan kebodohan dan meningkatkan derajat dan martabat perempuan,” tuturnya.
Terakhir, perempuan perlu diberikan keluasan untuk berperan. Tidak hanya dalam peran-peran domestik saja, perempuan perlu diberikan kesadaran dan kesempatan untuk mampu mengubah dunia mereka dari domestik ke publik.
Paparan ini disampaikan Chusnul dalam Pengajian Bulanan PP Muhammadiyah yang diselenggarakan secara daring, Jumat (13/8).
Hits: 186