MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Tantangan yang mesti dihadapi sebuah organisasi saat ini adalah menjaga keberlanjutan eksistensi organisasi di tengah persaingan yang semakin ketat dalam berbagai aspek. Modal sosial yang dulu menjadi penanda kuat eksistensi sebuah organisasi, saat ini tidak menjadi penentu keberlanjutan organisasi tersebut. Di era modern, organisasi tidak cukup ditopang dengan modal sosial belaka, tapi juga harus digerakkan dengan kekuatan finansial.
Ketua Lazismu Pusat, Hilman Latief mengutarakan bahwa Muhammadiyah memiliki modal sosial yang nampaknya harus disertai dengan kekuatan modal finansial. Tidak saja harus memadai, tetapi juga harus terjaga suistainabilitasnya. Hal inilah yang kemudian mengilhami Hilman untuk mewacanakan Dana Abadi (Endowment Fund) dalam Muhammadiyah.
Hilman menerangkan bahwa ada beberapa syarat yang harus terpenuhi dalam mengonsep Dana Abadi Muhammadiyah. Pertama, Dana abadi yang dimiliki sebuah lembaga bisa berasal dari berbagai sumber. Dana titipan untuk dikelola itu bisa berasal dari individu maupun dari mitra lembaga (perusahaan).
“Dalam konteks persyarikatan Muhammadiyah, sumber dana abadi bisa berasal dari titipan individu anggota warga persyarikatan, perusahaan, titipan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) yang sudah mampu menghasilkan laba, ataupun titipan mitra,” tulis Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini dalam artikelnya yang dimuat di IBTimes.id pada Selasa (02/02).
Kedua, karena fungsinya sebagai dana titipan, maka dibutuhkan kemampuan yang betul-betul prima untuk mengelola dana abadi. Bagi Hilman, syarat kedua ini harus dilakukan dengan kemampuan investasi kuat dan dapat memasuki berbagai sektor bisnis yang menguntungkan. Alasannya agar mengimbangi tingkat kepercayaan warga terkait dengan donasi dana abadi.
“Secara kelembagaan, perlu dirumuskan sebuah institusi yang solid diberikan kewenangan untuk merancang peta jalan dana abadi Muhammadiyah. Selanjutnya, lembaga inilah yang diminta untuk membangun proyeksi pengembangan bisnis dan investasinya dan mencapai target hasil investasi secara rasional,” terang Hilman.
Ketiga, penggunaan dana abadi. Hilman percaya bahwa Muhammadiyah memiliki banyak ruang, agenda dan program yang dapat dibiayai oleh keberadaan dana abadi. Bidang sosial-keagamaan seperti pendidikan, kesehatan, dan kemanusiaan adalah proyek-proyek Muhammadiyah yang sangat mungkin untuk dibiayai oleh dana hasil pengelolaan dana abadi.
“Dalam konteks ini pula ‘Muhammadiyah Trust Fund Management’ perlu memproyeksikan aspek-aspek apa saja dan program unggulan apa saja yang di masa akan datang perlu ditopang oleh keberadaan dana abadi,” pungkas Hilman.