Oleh: Abdulah Mukti & Fauzan Anwar Sandiah
Sejarah sekolah di Nusantara tidak dapat dilepaskan dari Muhammadiyah. Apalagi di tempat “nusantara khusus” di kawasan Timur Indonesia. Ada Sangihe, Kupang, Maumere, Sorong dan Manokwari. KH. Ahmad Dahlan meninggalkan warisan kado ide yang luar biasa bagi penerus gerakan berusia satu abad ini. Gerakan keagamaan adalah gerakan literasi. Gerakan pencerahan, menerangi kegelapan dengan cahaya inspirasi Islam rahmatan lil ‘alamin, menembus lorong dan membuka oase kehidupan lebih baik. Tidak dipungkiri, akses merdeka pendidikan dan kesehatan adalah dua ambisi besar revitalisasi kehidupan bagi KH. Ahmad Dahlan. Di situlah, terang Islam berkemajuan Muhammadiyah menerangi bumi nusantara. Taufik Abdullah, sejarawan LIPI mengatakan bahwa kontribusi Muhammadiyah terhadap bangsa tercinta yang tak ternilai adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Muhammadiyah berkhidmat membuka akses pendidikan dan gerakan literasi. Satu tahun sebelum Muhammadiyah berdiri resmi sebagai organisasi pada 18 November 1912, KH. Ahmad Dahlan mengawali dengan mendirikan Madrasah Dinniyah Ibtidaiyyahpada 1 Desember 1911. Sekolah pertama itu bertujuan “memberi pelajaran agama Islam dan pengetahuan umum bagi anak-anak kita di kampung Kauman” (Kyai Syuja: 2000; Mu’arif: 2012).
KH. Ahmad Dahlan menawarkan pembaharuan sistem pendidikan bagi warga kelas sosial non-priyayi. Pada masa itu, akses pendidikan lebih banyak dinikmati atas dasar latar belakang sosial dan politik. Berbeda dengan tatanan sistem akses pendidikan yang berjalan pada awal abad ke-20, KH. Ahmad Dahlan mendobrak dan mengembangkan model baru. Sekolah tidak hanya untuk bangsawan, tapi juga untuk masyarakat non-priyayi. KH. Ahmad Dahlan mendesain sistem kurikulum pertama yang berupaya memadukan pengetahuan umum dan pendidikan keagamaan. Setelah berhasil dengan sekolah pertama, KH. Ahmad Dahlan pada 1918 mendirikan Standaardsschool (saat ini SD Muhammadiyah Suronatan), dan 1919 al-Qismul Arqa (rintisan Madrasah Muallimin saat ini).
Pada malam 17 Juni 1920 KH. Ahmad Dahlan memimpin rapat anggota Muhammadiyah di Gedung Hoofdbestuur (HB) Muhammadiyah di Jalan Djagang West Kauman (kini Jalan Kauman no. 44). Agenda penting, tonggak lanjut gerakan pendidikan Muhammadiyah. KH. Ahmad Dahlan melantik empat tokoh muda yang siap mengisi jajaran HB Muhammadiyah. Mereka adalah Haji Hisyam sebagai Ketua Bagian Sekolahan, Haji Syuja sebagai Ketua Bagian PKO, Haji Fachrodin sebagai Ketua Bagian Tabligh, dan Haji Mochtar sebagai Ketua Bagian Taman Pustaka (Kyai Syuja: 1989; Mu’arif: 2019). Sejak 1920 Muhammadiyah memperkenalkan cara “modern” mengelola sekolah. KH. Ahmad Dahlan mempelopori sistem penyelenggaraan institusi pendidikan yang tidak lagi bersandar pada figur personal, melainkan pada kekuatan kolektif organisasi. Tradisi ini kelak menjadi suatu model yang lazim dilakukan oleh semua sekolah non-pemerintah.
Gagasan Islam berkemajuan KH Ahmad Dahlan termaktub dalam statute Muhammadiyah tahun 1912. Pada frasa tujuan Muhammadiyah tercantum kata “memajukan” yakni, “..Memajoekan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.” Menurut Haedar Nashir (2011), KH Ahmad Dahlan sering mengungkapkan pentingnya etos berkemajuan. KH. Ahmad Dahlan selalu berpesan kepada santri-santrinya: “dadijo kjai sing kemadjuan lan adja kesel-kesel anggonmu njambut gawe kanggo Muhammadiyah” (Wirjosukarto, 1962). Gagasan Islam Berkemajuan juga termaktub dalam Suara Muhammadiyah awal tahun I nomor 2 halam 29 dalam huruf Jawa yang berarti, “Karena menurut tuntunan agama kita Islam, serta sesuai dengan kemauan zaman kemajuan.” Islam Berkemajuan bagi Muhammadiyah era KH Ahmad Dahlan merupakan penerjemahan Islam atau obyektivikasi ajaran Islam dalam bentuk gerakan pencerahan, pemajuan, serta percerdasan kehidupan umat Islam.
Semangat Muhammadiyah memajukan pendidikan, tidak pernah padam dan surut. Termasuk kiprah sekolah Muhammadiyah di daerah “khusus” di Indonesia. Daerah “khusus” meliputi kawasan bukan pulau Jawa dengan tantangan tinggi terkait akses, seperti di Papua, NTT, Sulawesi Utara, Ambon dan banyak lagi di kawasan Utara dan Timur Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah memperoleh penerimaan luas dari banyak kalangan. Tidak hanya umat muslim lokal, tapi juga warga Kristen dan masyarakat adat. Tidak semua organisasi Islam berhasil memperluas daya jangkau semacam ini. Mengingat Muhammadiyah didirikan di perkampungan kecil di karisidenan Yogyakarta.
Keberhasilan Muhammadiyah sering dikaitkan dengan misi “membendung arus Kristenisasi.” Thesis semacam itu bisa menjadi ambigu, mengingat bahwa Muhammadiyah tidak selalu punya program konversi keagamaan. Banyak orang-orang yang terlibat dalam amal usaha Muhammadiyah di kawasan “khusus” tidak perlu mengganti identitas agama. Selama simpatisan-simpatisan ini bersepakat dengan nilai-nilai Muhammadiyah untuk saling tolong menolong dalam kebaikan, maka itu sudah cukup. Sebagai contoh, di daerah Maumere Flores Nusa Tenggara Timur, pengelola dan mahasiswa kebanyakan berasal dari warga Kristen. Begitu pula di darah Sorong Papua Barat. Bahkan yang menarik di daerah Sangihe Sulawesi Utara yang berbatasan dengan Negara Filipina, Muhammadiyah masuk ke daerah yang mayoritasnya Kristiani jauh sebelum Indonesia merdeka.
Sekolah Muhammadiyah di Sangihe Sulawesi Utara
Sekolah Muhammadiyah di Sulawesi Utara, khususnya di Sangihe punya hubungan historis penting. Muhammadiyah berdiri pertama kali di Sulawesi Utara adalah di Sangihe pada 1928, kemudian menyebar ke Gorontalo tahun berikutnya. Lokasi tempat berdirinya Muhammadiyah terletak di Petta, Sangihe. Dalam buku Muhammadiyah di Sulawesi Utara 1928-1990 karya Prof. Ibrahim Polontalo, disebutkan beberapa nama perintis yakni: Jusuf Otoluwa, Ahmad Buji, Husain Akase, Umar Basalam, Mohammad Dunggio, Muhsin Mohammad, Haji Muhammad Said, Tom Olii, Utina H. Buluati, Abdullah Van Grey, dan Bouwe Nasaru, Bambarang Makaminang, Jusuf Ajulang, Made, Mohammad Musir, Abdullah Nikiwulu dan Udung. K.H.R Yunus Anis (Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1959-1962) datang ke Petta dan meresmikan Muhammadiyah. Babarang menjadi ketua, sedangkan Abdullah Nikiwulu menjadi bendahara. Seorang guru dari Yogyakarta bernama Mohammad Judi didatangkan untuk melakukan kegiatan pendampingan di Petta, Naha, Maronge, Utaurano, dan Talendano. Pada tahun 1934 telah berdiri sekolah Muhammadiyah yang pertama, Standard School Muhammadiyah.
Meski nama Muhammadiyah melekat dengan Islam, bukan berarti sekolah Muhammadiyah di Sangihe, hanya menerima warga muslim. Sekolah Muhammadiyah di Naha Tabukan Utara Sangihe punya siswa dan guru beragama Kristen. Sebagaimana diketahui, populasi warga muslim di Sangihe tidak lebih dari sepertiga total pendudukan. Meski Islam adalah agama kedua mayoritas di Sangihe setelah Kristen. Katolik, Budha dan Hindu menjadi minoritas. Terdapat total 14 sekolah di Kepulauan Sangihe, sebagian besarnya adalah madrasah.
Gambar 1. SMP Muhammadiyah Naha Tabukan Utara sebelum di renovasi dan setelah di renovasi
Gambar 2. Kompleks TK ABA, SD, SMK Muhammadiyah Naha Tabukan Utara dan Pose Bersama Kepala Sekolah SD SMP MI MTs MA SMK Muhammadiyah Sangihe Setelah Sharing Bersama Kemajuan Sekolah 23 Juli 2019
Sekolah Muhammadiyah di Sikka Maumere Nusa Tenggara Timur
Banyak orang mengenal Muhammadiyah di Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui keberadaan kampus Muhammadiyah di Kupang dengan mayoritas mahasiswa beragama Kristen. Kendati demikian, kisah inspiratif mengenai keberagaman di NTT, tidak saja di Kupang, tapi juga di Maumere, terletak di Kabupaten Sikka. Muhammadiyah masuk ke NTT sebelum Indonesia merdeka pada 1945. Menurut penuturan Khaidir Aslam, seorang aktivis muda Muhammadiyah, organisasi ini pada awalnya mengembangkan dakwah di Flores dan di Geliting (9 KM sebelah timur Maumere, Pantai Timur Flores). Pada waktu itu NTT belum menjadi provinsi. Geliting dulu merupakan pusat gerakan dakwah Muhammadiyah oleh para mubaligh dan sudagar dari Makassar bernama Husain Daeng Maramba. Selanjutnya Husain melanjutkan dakwah bersama Abdul Syukur, Abdul Hamid, Hasanuddin, kemudian Abdul Rasyid Wahab, Ahmad Sulaiman dan Abdul Gani di Kampung Beru, serta Mujir Mukhlis di Wuring.
Selama dekade 1970an hingga 1980an, komunitas mubaligh Muhammadiyah ini berupaya merintis lembaga pendidikan formal. Akhirnya mereka berhasil mendirikan sekolah, mulai dari TK Aisyiyah Bustanul Atfhal (ABA) dan SMP Muhammadiyah Waipare. Berikutnya menyebar hingga ke berbagai tempat di Kabupaten Sikka-Maumere. Pada Tahun 2005, Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Darussalaam Waioti Maumere dan SMA Muhammadiyah Maumere yang dikenal dengan SMAMER.
Muhammadiyah Sikka terus berkembang di berbagai tempat di Kepulauan seperti Parumaan, Koja Doi, dan Sukun. Di Parumaan ada Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah. Di Wuring ada TK. ABA, MI Muhammadiyah Wuring, Mts. Muhammadiyah Wuring dan MA Muhammadiyah Wuring dan sekarang telah berpindal lokasi ke Nangahure dikarekan terjadi gempa tsunami pada tahun 1992. Sejak tahun 2009 Muhammadiyah Maumere berusaha mendirikan perguruan tinggi. Pada tahun 2013, STKIP Muhammadiyah Maumere berubah menjadi IKIP Muhammadiyah. Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) di Kabupaten Sikka mencapai 13 lembaga, mencakup, pendidikan usia dini (TK ABA), pendidikan dasar (MI dan SDI), menengah (MTs, SMP, MA, SMA) dan perguruan tinggi (IKIP) yakni: IKIP Muhammadiyah Maumere, SMA Muhammadiyah Maumere, MA Muhammadiyah Wuring, SMP Muhammadiyah Waipare, MTs. Muhammadiyah Wuring, MTs. Muhammadiyah Nangahale Gette, MTs. Muhammadiyah Parumaan (Pulau Parumaan), MI. Muhammadiyah Darussalaam Waioti, MI. Muhammadiyah Wuring, MI. Muhammadiyah Parumaan( Pulau Parumaan), SDI. Muhammadiyah Waipare, TK. Aisyiyah Bustanul Atfhal Geliting dan Aisyiyah Bustanul Atfhal (ABA) Wuring.
Gambar 3. Beberapa Sekolah dan IKIP Muhammadiyah Sikka Maumere Nusa Tenggara Timur
Muhammadiyah di “Kota Injil”
Manokwari, kota yang terletak di sebelah utara Provinsi Papua Barat dan terkenal dengan julukan Kota Injil. Meski disebut sebagai Kota Injil, Muhammadiyah di Manokwari bisa tetap diterima dan saling bahu-membahu dan bekerjasama untuk kemajuan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat Manokwari. Terlebih dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah saat ini memiliki Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Muhammadiyah Manokwari. STKIP Muhammadiyah Manokwari sendiri diresmikan sesuai dengan SK Pendidikan Tinggi pada tahun 2008. Kini, STKIP Muhammadiyah Manokwari memiliki lima Program Studi aktif untuk jenjang S1. Yaitu Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan Biologi, Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD), dan Pendidikan Matematika. Menjadi Sekolah Tinggi Muhammadiyah yang terus berkembang, mahasiswa STKIP Muhammadiyah Manokwari pada tahun 2019 berjumlah 978, dengan rasio dosen dan mahasiswa 1 : 26.4.
Bergeser ke barat, tepatnya di Kabupaten Sorong. Muhammadiyah berkembang di sorong sejak 1956. Geliat Muhammadiyah semakin tampak mencerahkan karena di Kabupaten yang memiliki luas 18.170 Km2 ini Muhammadiyah memiliki dua perguruan tinggi, Universitas Unversitas Pendidikan Muhammadiyah (UNIMUDA) Sorong dan Universitas Muhammadiyah (UM) Sorong. Di kabupaten sorong terdapat 19 sekolah tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA/SMK dan 54 sekolah TK. Juga terdapat 2 universitas, Universitas Muhammadiyah Sorong (UMS) dan Universitas Pendidikan Sorong (UNIMUDA). Muhammadiyah di sorong sudah sangat baik perihal penerimaan masyarakat. Tidak hanya anak-anak muslim saja yang dididik, namun juga anak-anak Kristen. Mereka tampak erat seperti sebuah keluarga. Kontribusi unik lain adalah perjuangan Rektor UNIMUDA dalam merangkul, membina dan memberdayakan suku Kokoda di Sorong.
Suku yang hidup di Kampung Warmon Kokoda, Kabupaten Sorong, Papua Barat, itu selalu dianggap masalah bagi masyarakat ketika berpindah tempat. Tidak jarang, lahan orang lain ditempati tanpa mereka sadari. Kiprah Rustamadji membangun karakter masyarakat Kokoda membuahkan hasil. Perlahan, citra negatif Suku Kokoda pudar. Mereka makin optimistis menata dan menatap masa depan setelah mendapat sentuhan Muhammadiyah. Berkat kegigihannya mensejahterakan suku Kokoda, Rustamadji berhasil terpilih sebagai Tokoh Perubahan Republika 2018.
Selanjutnya ada UM Sorong, UM Sorong termasuk diantara kampus atau lembaga pendidkan tertua di Kabupaten Sorong. Sebelum menjadi UM Sorong, lembaga pendidikan ini berstatus sekolah Tinggi Ilmu Admistrasi Negara (STIA) Al- Amin Sorong pada tanggal 30 Oktober 1984 berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0519/0/1984. Kemudian berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud Nomor 264/D/O/2002 tanggal 20 Desember 2002 menjadi Universitas Al Amin Muhammadiyah Sorong. Kemudian berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud Nomor 568/E/O/2013 tanggal 09 Desember 2013 berubah menjadi UM Sorong. UM Sorong kini menampungsebanyak 7.996 mahasiswa dan 14 program studi. Wali Kota Jayapura Bapak Benhur Tomy Mano secara khusus dalam sebuah acara pada tahun 2017 menyebutkan: “Saya adalah bintang Muhammadiyah dari tanah Papua.” Kalimat ini digunakan untuk menjelaskan salah satu fase kehidupan, di mana beliau menyelesaikan pendidikan di SMP Muhammadiyah Abepura. Bahkan menjadi ketua kelas di angkatannya. Keberadaan Muhammadiyah di Tanah Papua menjadi kebersamaan dengan semua warga dan masyarakat tanah Papua. Kehadiran Muhammadiyah untuk mengikhtiarkan kemajuan dari Papua untuk Papua.
Gambar 4.Universitas Pendidikan Muhammadiyah (UNIMUDA), Universitas Muhammadiyah Sorong dan SMA Muhammadiyah Al-Amin Sorong Papua Barat
Dari ketiga wajah sekolah dan kampus Muhammadiyah di daerah “khusus” Sangihe Sulawesi Utara, Sikka Maumere Nusa Tenggara Timur dan Sorong Papua Barat menunjukkan kiprah persyarikatan Muhammadiyah melalui sekolah dan pendidikan tidak hanya sebatas “masa lalu” karena kontribusi yang didedikasikan sudah berlangsung sebelum negeri ini merdeka, juga kontribusi yang dipersembahkan pun tidak hanya lingkup di daerah yang mapan dan akses serta kondisi demografi dari segi suku, agama, budaya telah melewati batas dan sekat. Karenanya, tidak perlu dipertanyakan komitmen kebangsaannya tumpah darah pertiwi mengalir deras tiada henti senantiasa menyinari bangsa ini melalui mencerdaskan kehidupan bangsa tanpa basa-basi, teriakan lantang namun bekerja keras tiada henti berkhidmat pendidikan yang multikultural, etnis, suku dan budaya.