MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Muhammadiyah tidak anti kearifan lokal. Perhatian Muhammadiyah kepada seni-budaya sejatinya telah dicontohkan oleh Kiai Ahmad Dahlan yang rajin mengadakan gerongan-panembrono dan lagu di setiap acara Persyarikatan.
Semangat ini, dicoba untuk dihidupkan kembali dan dipertajam oleh Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui gelaran “Kampoeng Kreativitas Nasional Muhammadiyah untuk Negeri” pada tanggal 20-22 Agustus 2021.
“Kami berharap kampung kreativitas itu tidak berhenti pada festival atau kegiatan yang hanya beberapa hari tapi saya berharap kepada pimpinan LSBO di daerah, di wilayah dan aktivis seni budaya itu bisa mengembangkan sampai ke kampung-kampung, sampai ke tingkat bawah bagaimana kita mendekatkan sanggar dan langgar, bagaimana kita mewarnai negeri ini dengan dakwah lewat seni budaya seperti yang telah sukses dilakukan oleh para ulama pada abad ke-15, sehingga Indonesia yang mayoritas non muslim itu berubah menjadi mayoritas muslim,” ungkap Ketua LSBO PP Muhammadiyah Sukriyanto, Jumat (20/8).
Biarpun masih banyak umat muslim yang bersikap antipati terhadap seni dengan menuduh bid’ah dan haram, Sukriyanto berpesan agar warga Muhammadiyah menghindari sikap tekstualis seperti itu dan meniru dakwah Kiai Ahmad Dahlan.
Ibarat pisau tajam, seni dan budaya menurutnya adalah barang yang tergantung oleh siapa yang menggunakan dan atas dasar niat apa pisau itu dipergunakan.
Muhammadiyah sendiri bahkan telah memiliki pedoman keagamaan tentang pendekatan dakwah lewat seni dan budaya melalui dokumen Dakwah Kultural (2002).
“Jadi sekali lagi saya berharap kepada pimpinan LSBO dan warga Muhammadiyah, marilah kita mengembangkan kreativitas lewat seni budaya, lewat seni sastra, lewat kriya, lewat seni musik, lewat lagu, film, dan lain sebagainya supaya negeri ini bisa kita tingkatkan nilai-nilai ajaran Islam melalui seni budaya,” kata Sukriyanto.
Terakhir, untuk memajukan peran Muhammadiyah, Sukriyanto bermimpi suatu saat Muhammadiyah dan LSBO mampu mendirikan pusat kebudayaannya sendiri.
“Bukan pusat kebudayaan yang mati, tapi pusat kebudayaan yang hidup, yang kreatif, yang bisa menyiapkan seniman-seniman yang paham agama dan menyiapkan agamawan, santri-santri yang paham ilmu agama sehingga kita akan memiliki banyak sekali seniman yang mengerti budaya dan budayawan yang mengerti agama sehingga seni budaya itu menjadi selamat,” pungkasnya.
Hits: 49