MUHAMMADIYAH.ID, Tau Taa Wana – Lapangan dakwah komunitas suku terpencil berbeda dengan lapangan dakwah perkotaan dan pedesaan sehingga membutuhkan kejelian dalam membaca persoalan yang paling krusial di samping agama.
Bagi organisasi perempuan Islam seperti ‘Aisyiyah, usaha dakwah terhadap komunitas suku terpencil tidak melulu soal agama, tetapi justru pembangunan kesejahteraan manusia terlebih dahulu.
Di tengah hutan Banggai, Sulawesi Tengah misalnya, perempuan ‘Aisyiyah membangun dakwah bagi komunitas suku Tau Taa Wana dengan membuka sekolah anak usia dini (PAUD), yang kemudian bertambah dengan pembangunan sekolah dasar Muhammadiyah pada 2020 dengan bantuan Rumaha Zakat.
“Maka kami dirikan PAUD ‘Aisyiyah pada bulan Juli 2019. Pada Agustus 2019 kegiatan belajar mengajar dimulai. Setelah berdiri, kami merasa PAUD tidak cukup,” tutur daiyah ‘Asyiyah Sri Moxsam Djalamang dalam pengajian Majelis Tabligh PP ‘Aisyiyah & Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Jumat (15/1).
Didirikannya PAUD ‘Aisyiyah dan SD Muhammadiyah menurut Sri Moxsam amat membantu masyarakat Suku Tau Taa Wana. Karena sebelum dibangun, hanya hitungan jari anak-anak Tau Taa Wana yang sekolah. Itupun harus ditempuh melalui perjalanan jauh menyeberangi sedikitnya dua sungai besar.
Kini, PAUD ‘Aisyiyah di sana memiliki 15 murid, termasuk dua murid tuna rungu. Setelah dibangun jembatan gantung, setiap pekannya ibu-ibu ‘Aisyiyah datang membawa sembako, pakaian, dan alat keterampilan agar kepercayaan Suku Tau Taa Wana terus terbangun.
“Sekolah itu kemudian menjadi pusat dakwah kami di pedalaman,” tutur Sri Moxsam.
Tidak hanya menyediakan pendidikan bagi anak-anak, ‘Aisyiyah menggandeng majelis dan ortom Muhammadiyah juga berusaha mengentaskan buta huruf masyarakat dan melakukan pemberdayaan ekonomi.
Kehadiran ‘Aisyiyah pada Suku Tau Taa Wana juga terbukti sejak 2015 terbukti mampu mengentaskan angka gizi buruk anak-anak pedalaman dari 90 persen menjadi 70 persen dalam hitungan satu tahun. (afn)
Hits: 0