MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—QS. al-Hajj ayat 37 menegaskan bahwa yang sampai kepada Allah dari kurban yang dilakukan umat bukanlah daging dan darah kurban, tetapi takwa mereka. Takwa merupakan kualitas diri yang membuat pemiliknya dapat memperoleh al-khairat, kebaikan-kebaikan yang bermanfaat (an-nawafi’).
Dengan memperhatikan takwa sebagai nilai yang menjadi ukuran kemuliaan manusia sebagaimana yang ditunjukkan firman Allah inna akramakum ‘inda Allah atqakum, maka umat Islam mesti mewujudkan hidup baik sesuai dengan kedudukannya di muka bumi sebagai hamba dan khalifah (wakil) Allah. Hidup baik dalam QS. an-Nahl ayat 97 disebut hayah thayyibah dan hanya dapat diwujudkan dengan amal saleh serta menjadi orang beriman (mukmin).
Dalam tafsir sabahat, hayah thayyibah meliputi 3 kriteria: rejeki halal (Ibn Abbas dalam satu riwayat), qanaah/kepuasan (Ali bin Abi Thalib) dan kebahagiaan (Ibn Abbas dalam riwayat yang lain). Tafsir sahabat ini sejalan dengan perolehan iman dan amal shaleh yang disebutkan dalam QS. al-Baqarah ayat 62 dan menjadi kriteria hayah thayyibah yang diajarkan al-Qur’an: 1) lahum ajruhum ‘inda rabbihim (sejahtera sesejahtera-sejahteranya); 2) wa la khaufun ‘alaihim (damai sedamai-damainya); dan 3) wa la hum yahzanun (bahagia sebahagia-bahagianya) di dunia dan di akhirat.
“Hidup baik yang diidealkan bagi manusia tersebut hanya dapat terwujud jika dia menjalankan kedudukannya sebagai hamba dan khalifah Allah dengan peran-peran,” ujar Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Hamim Ilyas dalam naskah khutbahnya pada Sabtu (09/07).
Peran-peran tersebut meliputi: aspek pribadi, misalnya, bersikap lemah lembut, pemaaf, memohonkan ampunan (tidak mau mendoakan buruk, bukan pendendam), musyawarah (menghargai pendapat orang lain dan “menjadi pendengar” yang baik), memiliki azam (tekad kuat, cita-cita tinggi, disiplin dan kerja keras), dan tawakal (menerima diri).
Sementara pada aspek sebagai Hamba Allah, seorang yang bertakwa akan bertindak ramah, budaya damai, spiritualitas tinggi, penghayatan akhirat mendalam, keberpihakan pada yang lemah, tauhid dan ibadah murni, tidak kriminal, kesucian, taubat, tidak merekayasa pengadilan, dan lain sebagainya. Pada level keluarga akan membangun keluarga yang akinah berdasarkan mawadah dan rahmah sehingga semua fungsi keluarga berjalan dengan baik.
Selain itu, pada tingkatan warga komunitas, orang bertakwa akan senantiasa menegakkan nilai-nilai kehidupan demi terwujudnya hayah thayyibah, termasuk nilai-nilai kemajuan seperti Ekonomi pasar, sains dan teknologi, meritokrasi, dan lain-lain. Sebagai warga dunia, orang bertakwa akan memprioritaskan persatuan umat manusia, membuat nyaman bumi tempat berpijak, dan tidak membuat kerusakan di laut, daratan, maupun udara.
“Dengan ibadah kurban yang kita selenggarakan marilah kita usahakan dapat memperoleh takwa dengan pengertian yang telah disebutkan sehingga kurban kita di-reken oleh Allah SWT dan kita dapat mewujudkan hidup baik dalam kehidupan pripadi kita dan dalam kehidupan bersama dalam semua tingkatannya mulai dari kehidupan keluarga sampai kehidupan umat manusia seluruhnya,” tegas Hamim.