MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Pada masa Kiai Ahmad Dahlan hidup, gerakan reaktif secara fikih melawan Tahayul, Bid’ah dan Khurafat hampir tidak pernah dilakukan oleh Muhammadiyah, demikian ungkap Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti.
“Sejak awal berdirinya, sebenarnya Muhammadiyah itu lebih dominan dan lebih tampil sebagai gerakan sosial terutama gerakan sosial kemanusiaan. Jadi kalau kemudian banyak tulisan tentang Muhammadiyah yang menyebutkan bahwa kelahiran Muhammadiyah itu dilatarbelakangi oleh faktor-faktor keagamaan seperti tahayul, bid’ah dan khurafat, itu baru menjadi diskursus dalam gerakan Muhammadiyah bukan dalam masa-masa awal. Tapi justru pada masa-masa belakangan, justru setelah wafatnya Kiai Haji Ahmad Dahlan,” ungkap Mu’ti.
Dalam forum daring UM Gresik, Senin (2/8) Mu’ti lantas merujuk buku berjudul “Muhammadiyah dan Pendirinya” yang ditulis oleh murid Kiai Ahmad Dahlan sendiri yakni Kiai Syudja’.
“Karena itulah gerakan-gerakan Muhammadiyah masa awal itu sangat menekankan bagaimana kepedulian Muhammadiyah pada kaum dhuafa dan kaum mustadh’afin. Sehingga kalau kita membaca di dalam beberapa tulisan tentang Kiai Dahlan, yang banyak diulas adalah bagaimana beliau mengajarkan Surat Al-Ma’un sampai berkali-kali,” jelasnya.
Pertanyaan berulangkali Kiai Ahmad Dahlan ditujukan untuk menggugah kesadaran para santrinya bahwa mengamalkan Alquran itu bukan sekadar membaca, tapi menghadirkan semangat Alquran dalam amal nyata yang berdampak pada kemaslahatan masyarakat.
“Di situlah kemudian muncul gerakan spontan, gerakan kemanusiaan di mana murid-murid Kiai Ahmad Dahlan mengumpulkan pakaian, memberikan makanan, peralatan untuk thaharah dan itulah yang kemudian menjadi bagian dari gerakan kemanusiaan pada masa awal,” ungkapnya.
Meski pada masa awal itu gerakan sosial Muhammadiyah dianggap berbentuk sketsa, tetapi gerakan itu kemudian menjadi akar tumbuhnya pelembagaan Surat Al-Ma’un oleh Muhammadiyah yang kini dikenal dengan Amal Usaha.
“Karena itulah bapak ibu sekalian, PKU Muhammadiyah itu memang menjadi bagian dari Muhammadiyah itu bagaimana bisa melintas batas. Karena ternyata dengan gerakan-gerakan kemanusiaan itu kita menemukan satu pesan penting betapa Islam adalah agama yang sangat menghormati kehidupan dan menekankan arti pentingnya kita menyelamatkan kehidupan umat manusia,” kata Mu’ti.
“Inilah yang kemudian menjadi dasar di dalam gerakan Muhammadiyah bahwa Alquran itu tidak cukup dibaca, tapi harus dipahami dan kemudian dijadikan pedoman dalam kehidupan dan dijadikan landasan di dalam kita melakukan amal-amal sosial termasuk di dalamnya pelayanan kemanusiaan,” pungkas Mu’ti.
Hits: 189