Ketika mengikuti salat subuh berjamaah, sering muncul pertanyaan di kalangan umat Islam tentang kewajiban mengaminkan dan membaca qunut jika imam melakukannya. Apakah seorang makmum harus ikut mengaminkan dan mengangkat tangan seperti imam, atau cukup berdiri diam saja pada posisi iktidal?
Muhammadiyah telah mengambil sikap yang jelas dalam hal ini. Muhammadiyah memilih untuk tidak melaksanakan qunut dalam salat subuh, karena dianggap tidak memiliki dasar dalil yang kuat. Qunut yang ada tuntunannya menurut Muhammadiyah adalah qunut nazilah, yaitu qunut yang dilakukan selama satu bulan ketika umat Islam mengalami kesusahan atau musibah besar.
Hal ini didasarkan pada riwayat dari Ibn Umar r.a. yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw pernah mendoakan kebinasaan atas orang musyrik dengan menyebut nama mereka hingga turun ayat yang melarangnya, dan setelah itu perbuatan tersebut ditinggalkan.
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو عَلَى رِجَالٍ مِنْ الْمُشْرِكِينَ يُسَمِّيهِمْ بِأَسْمَائِهِمْ حَتَّى أَنْزَلَ اللهُ} لَيْسَ لَكَ مِنْ الْأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُونَ {فَتَرَكَ ذَلِكَ [رواه أحمد]
“Rasulullah saw. mendoakan (kebinasaan) atas orang musyrik dengan menyebut nama mereka sehingga Allah menurutkan ayat: ‘Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu, Allah menerima taubat atau mengazab mereka, karena mereka itu orang-orang yang zalim’. Lalu perbuatan tersebut ditinggalkan” [HR. Ahmad].
Dalam peristiwa salat subuh berjamaah, jika imam membaca qunut, seorang makmum pada prinsipnya harus mengikuti imam dalam gerakan salat. Rasulullah saw. bersabda,
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ, فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوْا , وَ إِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوْا , وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا , وَإِنْ صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوْا قِيَامًا [رواه مسلم]
“Sesungguhnya dijadikannya imam itu untuk diikuti. Jika ia bertakbir maka bertakbirlah kalian, jika ia rukuk maka rukuklah kalian, jika ia sujud maka sujudlah kalian dan jika ia salat dengan berdiri maka salatlah kalian dengan berdiri” [HR. Muslim].
Berdasarkan hadis di atas, makmum diwajibkan mengikuti gerakan imam yang merupakan rukun salat, namun tidak diwajibkan mengikuti semua gerakan di luar rukun salat. Gerakan-gerakan seperti menggaruk, batuk, atau bersin oleh imam tidak perlu diikuti oleh makmum, karena tidak termasuk dalam rukun salat. Begitu pula dengan qunut, yang dalam pandangan Muhammadiyah tidak dianggap sebagai rukun salat subuh. Maka dari itu, seorang makmum yang tidak meyakini keabsahan qunut tidak perlu mengaminkannya atau mengangkat tangan meskipun imam melakukannya. Makmum cukup mendengarkan dan tetap berdiri dalam posisi iktidal.
Prinsip ini sejalan dengan kaidah fiqhiyyah yang berbunyi, “Hukum asal dalam ibadah adalah batal sampai ada dalil yang memerintahkannya”. Artinya, dalam beribadah, harus ada tuntunan yang jelas berdasarkan dalil yang kuat. Jika seorang makmum meyakini bahwa qunut tidak termasuk dalam rukun salat, ia tidak perlu melakukannya, meskipun imam membacanya.
Dalam kesimpulan, ketika seorang makmum mengikuti salat subuh berjamaah dengan imam yang membaca qunut, ia tidak wajib mengikuti bacaan qunut dan gerakan mengangkat tangan jika ia meyakini bahwa qunut tidak termasuk dalam rukun salat. Cukup bagi makmum untuk berdiri diam dalam posisi iktidal dan mengikuti rukun-rukun salat yang lain sebagaimana yang dilakukan oleh imam.
Referensi:
Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, “Mengikuti Imam yang Kunut dan Sujud Sahwi”, https://suaramuhammadiyah.id/read/mengikuti-imam-yang-kunut-dan-sujud-sahwi, diakses pada Selasa, 25 Juni 2024.
Rubrik Tanya Jawab Agama, Majalah Suara Muhammadiyah, No. 3 Tahun 2018.