MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAMBI – Kenegarawanan merupakan sifat sejati yang berada di dalam diri manusia. Mereka yang berjiwa negarawan akan memiliki integritas dan objektivitas yang sama di kala ramai atau sendiri.
“Negarawan dalam makna yang mendasar selain ahli tata negara tapi juga mengelola negara dengan hikmah kebijaksanaan dengan visi ke depan bangsa yang melampaui bukan hanya yang parsial dan selalu menjadi suara publik, mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kroni, golongan sendiri bahkan kepentingan pragmatis jangka pendek baik kepentingan politik yang terbuka atau yang tertutup,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.
Dalam pidato penutupan Tanwir II Pemuda Muhammadiyah di Jambi, Ahad (6/3) Haedar menyebut bahwa banyak tokoh gagal menjadi negarawan karena belum selesai dengan dirinya sendiri.
“Pada konteks ini banyak organisasi yang luntur mengalami deviasi bahkan mengalami krisis karena kepentingan dalam mengelola negara dengan cara pikir pemimpinnya yang berkaitan berbangsa dan bernegara dikalahkan oleh hal-hal yang sebaliknya,” katanya.
“Yang kadang ketika kita mengutamakan kepentingan pragmatis dan jangka pendek di depan umum, apalagi yang tersembunyi mereduksi kenegarawanan,” imbuh Haedar.
Sebagai gerakan berdasarkan nilai-nilai Islam, Haedar berpesan agar Pemuda Muhammadiyah terus memupuk para kader menjadi Pemuda Negarawan yang siap berkhidmat bagi umat, bangsa, negara, dan kemanusiaan semesta dengan pancaran Islam Wasathiyah yang rahmahtan lil alamin.
Dirinya juga berpesan agar pijakan di atas paham tengahan tetap dinamis dan tidak beku sehingga kemudian atas nama Moderasi justru malah bersifat ghuluw dan ekstrim terhadap pandangan kelompok yang berbeda.
“Caranya mudah, pahami tiga pendekatan Muhammadiyah, yaitu Bayani, Burhani, dan Irfani. Tapi kalau tiga pendekatan itu tidak dilakukan, yang terjadi mesti adalah ghuluw (ekstrim),” pesannya.
Setali tiga uang, Haedar juga berpesan agar Pemuda Negarawan memahami nasionalisme dan semangat hubbul wathan secara proporsional agar tidak terjatuh pada fasisme yang merendahkan bangsa lain.
“Nasionalisme membuat kita hubbul wathan tapi pada saat yang sama tidak boleh fanatisme buta pada nasionalisme sampai chauvinism, yang meminjam kata Hitler, Bung Karno memperingatkan jangan sampai Indonesia Uber Alles. Ujiannya pada religiusitas kita bernegara,” pesan Haedar.
“Kita berharap generasi Pemuda Muhammadiyah di angkatan Cak Nanto bisa membuktikan etik kenegarawanan, kata sejalan tindakan bukan retorika dan keangkuhan kekuasaan. Mudah-mudahan Tanwir ini sesuai namanya mencerahkan jiwa kita, langkah Persyarikatan dan juga negeri dan semesta karena
Hits: 48