MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYARKATA—Kepada para santri yang akan purna studi dari Madrasah Muallimin Muhammadiyah, Yogyakarta, Haedar Nashir berpesan supaya selama proses belajar di Muallimin sebagai wasilah hidup dalam menepaki kehidupan kedepan.
“Kekurangan selalu ada, tetapi ambillah yang terbaik, ambilah yang positif dari madrasah ini. Sehingga kalian ketika telah selesai dari sini punya kenangan baik, kenangan yang positif dan menjadi milestone,” ungkap Ketua Umum PP Muhammadiyah ini pada (25/3).
Pada pembukaan Darul Arqom Purna ini, dirinya juga berpesan kepada santri yang akan purna studi harus memiliki jiwa rijal atau leadership. Dan menjadi orang yang akan punya jiwa kestaria, jiwa besar, sekaligus menjadi sosok yang memiliki mentalitas besar.
Haedar memaparkan, tradisi besar ini berangkat dari pondasi ruh, jiwa, maupun mentalitas besar. Ia menegaskan, kepada santri dengan berbagai latarbelakang di luar, namun ketika sudah masuk ke Madrasah Muallimin, mereka menjadi sama selama proses belajar di madrasah.
Menurutnya, para santri Muallimin harus meniru sifat Nabi Muhammad saw yang disetiap hadirnya selalu menjadi pemecah masalah atau solutif. Kehadiran santri Muallimin juga harus bisa menjadi perekat, atas potensi segala perpecahan.
“Ini tidak ada hubungannya kalian berkecukupan atau tidak, tetapi soal mentalitas. Jadi kalau siapapun akal budi, jiwanya, dan mentalnya sudah bermental rijal, kalian berarti menuju Muhammad muda,” urainya.
Di sisi lain Haedar juga menegaskan bahwa, santri Muallimin tidak boleh bermental pinggiran, melainkan mental yang harus dimiliki adalah mental ‘anak panah’ yang siap melesat kemanapun. Tradisi besar juga bisa diwujudkan dalam cara berpikir, fikr atau state of mind tradisi besar harus melintas batas.
Bekal ilmu yang diberikan selama masa studi di Muallimin, kata Haedar sudah lebih dari cukup, tetapi pikiran harus dibuka selebar-lebarnya agar menjadi seseorang yang ulil albab (yang mempunyai akal). Sehingga pandangannya melampaui dirinya, dan menjadikan dirinya memiliki mental yang tangguh, tidak mudah menyerah, tidah mudah susah, dan siap menerima tantangan.
Menghadapi era media sosial, Haedar berpesan supaya santri Muallimin tidak ikut-ikutan. Ia menegaskan kepada santri untuk tidak ‘memuunggut’ hal-hal yang tidak perlu. Karena bisa jadi anda tidak punya apa-apa, tapi anda harus tetap memiliki kebangaan atau harga diri, kata Haedar mengutip pepatah.