MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—’Aisyiyah berdiri 19 Mei 1917 telah menorehkan sejarah bagi pergerakan perempuan di Indonesia. Meskipun telah berhasil membangun social capital berupa ribuan amal usaha di seluruh Indonesia, tetapi penulisan sejarah belum menyentuh seluruh aktualisasi gerakan ‘Aisyiyah.
“Penulisan sejarah penting untuk mengetahui berbagai kebijakan di masa lalu agar menjadi pedoman bagi arah kebijakan untuk mengembangkan peranan dan aktivitas ‘Aisyiyah pada masa depan,” kata Chusnul Hayati dalam acara Kongres Sejarawan Muhammadiyah pada Sabtu (27/11).
Sejarawan akademis, khususnya dari kalangan internal ‘Aisyiyah memiliki tanggungjawab utama dalam perkembangan historiografi ‘Aisyiyah dengan tetap mengedepankan obyektivitas sejarah. Memang telah banyak penelitian sejarah ‘Aisyiyah baik berupa skripsi maupun tesis, namun masih tersimpan rapi di perpustakaan dan kurangnya penerbitan menyebabkan informasi penulisan sejarah ‘Aisyiyah kurang tersebar luas.
Chusnul kemudian memberi saran alternatif penulisan sejarah ‘Aisyiyah, yaitu: 1) sejarah lisan: untuk merekam peristiwa individual dan unik dari para tokoh di tingkat pusat dan daerah sebagai syuhadaa ala al-nas, dan menjadikan penulisan sejarah lisan sekaligus dengan penulisan biografi dan sejarak lokal ‘Aisyiyah; 2) sejarah intelektual: transformasi sosial dalam mindset, sikap hidup, membangun karakter, pemikiran tokoh ‘Aisyiyah (misalnya pemikiran Siti Munjiyah), reinterpretasi dan implementasi teologi al Maun dalam kerja-kerja ‘Aisyiyah, dan perkembangan ide kemajuan; 3) sejarah sosial: ‘Aisyiyah sebagai kekuatan perubahan sosial;
4) sejarah keluarga: keluarga sebagai pengembangan nilai-nilai keutamaan, penguatan keluarga, keluarga tokoh ‘Aisyiyah di pusat dan daerah dalam implementasi keluarga sakinah dan penguatan keluarga; 5) sejarah ekonomi: kewirausahaan di kalangan ‘Aisyiyah; 6) sejarah politik: partisipasi politik ‘Aisyiyah secara kelembagaan, kepemimpinan politik tokoh ‘Aisyiyah, dan kepemimpinan dalam ‘Aisyiyah itu sendiri; 7) sejarah kebudayaan: dinamika transformasi sosial budaya ‘Aisyiyah dalam gerakan pemurnian agama dan perkembangan dakwah kultural; 10) sejarah lingkungan: pelestarian lingkungan yang dilakukan ‘Aisyiyah; 12) sejarah kesehatan: penanggunalan wabah, dan pelayanan kesehatan; dan 13) sejarah lembaga: sejarah majelis, dan sejarah amal usaha ‘Aisyiyah.
“itulah kajian-kajian sejarah ‘Aisyiyah yang bisa jadi alternatif bagi para akademisi. Semoga kedepan penulisan sejarah ‘Aisyiyah tambah ramai karena mengingat masa lalu untuk mempersiapkan diri di masa depan. Semoga bermanfaat,” pungkas dosen Universitas Diponegoro ini.
Hits: 1