MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA– Pendidikan merupakan investasi jangka panjang, terlebih pendidikan dasar dan menengah, karenanya diperlukan ketekunan dan pengorbanan dalam merawat dan menumbuhkannya.
Di masa pandemi covid-19, untuk merawat dan menumbuhkannya para abdi pendidikan di persyarikatan tidak dipungkiri ikut merasakan dampaknya. Kembang-kempis dunia pendidikan di masa pandemi menjadi ironi.
Menurut laporan yang diterima Ketua Umum Forum Guru Muhammadiyah Nasional, Pahri menyebut akibat pandemi covid-19 sekolah-sekolah Muhammadiyah dapat dikategorikan menjadi tiga. Kategori pertama adalah sekolah yang mengalami penurunan, baik jumlah murid dan kualitasnya.
Kategori kedua adalah sekolah yang istiqamah, sekolah kategori kedua ini memiliki kondisi yang stabil. Mereka tidak bisa dibilang baik atau buruk. Sementara kategori ketiga adalah sekolah Muhammadiyah meningkat melalui inovasi dan kreatifitas. Inovasi dan kreasi yang dikembangkan berdampak pada meningkatnya jumlah siswa dan seterusnya.
Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang mempelopori pendidikan modern saat ini memiliki sebanyak 6.083 lembaga pendidikan baik SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, SMK, dan SLB. Ribuan lembaga pendidikan tersebut diisi 1.046.111 murid dan 75.734 guru.
Sementara, Wakil Sekretaris Forum Guru Muhammadiyah Nasional (FGMN), Abdullah Mukti tidak menampik adanya dampak pandemi di lembaga pendidikan Muhammadiyah. Namun masih ada beberapa — sedikit sekolah Muhammadiyah yang tetap mengalami tren positif di masa pandemi.
50 persen Lebih Sekolah Muhammadiyah Terdampak Serius Pandemi Covid-19
Dari ribuan lembaga pendidikan tersebut, imbuh Mukti, lebih dari 50 persen sekolah Muhammadiyah mengalami dampak serius akibat pandemi, atau tidak sampai setengah dari jumlah total sekolah Muhammadiyah bisa dikatakan mapan dan tidak terombang-ambing di tengah gelombang pandemi covid-19.
Dalam pengamatannya, sebagian besar hanya sekolah-sekolah dengan great menengah keatas yang dampak pandeminya tidak begitu besar dan beberapa tetap mengalami tren positif di masa pandemi covid-19.
“Artinya yang menengah saja terganggu apalagi yang menengah ke bawah. Mereka yang menengah keatas punya dampak tapi tidak terlalu, mereka tetap bisa mengaji guru-karyawan, masih bisa jalan operasionalnya,” ucap Mukti
Sementara sekolah Muhammadiyah yang menggantungkan dananya dari pemerintah dan SPP wali murid besar kemungkinan mengalami dampak yang besar. Akan tetapi solidaritas yang dibangun di persyarikatan membantu ketahanan sekolah di masa pandemi, seperti program donasi yang dijalankan oleh LazisMu di tingkatan masing-masing.
Beban biaya pengelolaan sekolah juga diperberat karena adanya mindset wali murid yang enggan membayar kewajiban mereka kepada sekolah, sebab murid melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Akibatnya, terdapat beberapa sekolah yang terpaksa menyelenggarakan pembelajaran konvensional secara bergantian dan dibatasi.
Mukti menuturkan, sekolah yang menerapkan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) konvensional dengan prokes sebenarnya juga mengkhawatirkan keselamatan jiwa murid, akan tetapi keadaan sulit memaksa mereka untuk melakukannya. Demi sekolah tetap hidup, demi murid tetap belajar.
Melihat realitas yang terjadi, Mukti menyarankan kepada sekolah untuk memiliki inovasi dan kreasi dalam pelayanan dan proses pembelajar. Kedua, sekolah harus menyadari bahwa semua akan berubah, baik cara pendekatan, komunikasi, termasuk dalam penjaringan siswa.
Ketiga, dampak besar pandemi di sektor ekonomi harus menyadarkan pengelolah sekolah untuk memiliki unit usaha untuk menopang kemandirian ekonomi sekolah. Keempat, sekolah harus punya dana abadi sebagai ‘pelampung’ untuk bertahan di masa-masa krisis seperti sekarang.
“Kelima kita mendorong kepada Muhammadiyah terkait pentingnya kolaborasi dan sinergi, dan bahu-membahu serta memperkuat basis sekolah masing-masing. Misalnya zakat infak juga bisa diprioritaskan untuk daya tahan sekolah,” tutup Mukti.