MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Siapa sangka ribuan amal usaha Muhammadiyah yang kini hadir di berbagai bidang pelayanan sosial muncul dari pengamalan tasawuf Kiai Ahmad Dahlan.
Tapi tunggu dulu, jangan memandang negatif terhadap tasawuf. Sama dengan ‘tazkiyatun nafs’, tasawuf hanyalah peristilahan saja. Maknanya adalah upaya pembersihan hati, penyucian jiwa.
Meski bertasawuf, Kiai Ahmad Dahlan tidak bertarekat. Selain itu, Kiai Ahmad Dahlan mengkritik berbagai perilaku ulama yang menjadikan tasawuf sebagai dalih untuk menghindarkan dirinya dari tanggungjawab memperjuangkan kehidupan umat.
“Pada diri Kiai Ahmad Dahlan, antara suci diri dan manfaat sosial harus seimbang. Beliau ingin suci dirinya sendiri, tapi beliau juga ingin kaya untuk bisa menyejahterakan orang banyak, itu prinsip utama,” jelas Ustaz Muhammad Damami Zein, Sabtu (26/12).
“Kedua, jika saya (Kiai Dahlan) bertasawuf menjadi fardhi utk diri sendiri, tapi bermanfaat bagi masyarakat. Sekarang bertariqat tasawuf hanya diri sendiri tapi berlepas dari orang lain,” imbuhnya.
Dalam pengajian daring Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu, Muhammad Damami Zein menerangkan bahwa Kiai Ahmad Dahlan terinspirasi oleh cara bertasawuf Hujjatul Islam Imam Ghazali yang reflektif ke dalam, tapi juga kritis pada masalah sosial dan memberikan solusi nyata.
Pernyataannya itu dilakukan berdasar pembacaan dan penelitian yang telah dia lakukan secara tekun yang kemudian diterbitkan menjadi buku berjudul Akar Gerakan Muhammadiyah pada tahun 2000.
Sebagai contoh, hasil dari solusi konkrit yang diberikan oleh Imam Ghazali melalui tasawuf salah satunya adalah keberhasilan umat merebut kembali Baitul Maqdis dari tangan pasukan Salib sebagaimana dijelaskan secara dalam pada buku berjudul Hakadza Zhahara Jiilu Shalahuddin wa Hakadza Aadat Al Quds (Demikianlah Bangkitnya Generasi Shalahudin Al Ayyubi dan Demikianlah Kembalinya Yerusalem) karya Dr Majid Irsan Al Kilani.
Melalui tasawufnya, Imam Ghazali juga mengkritik ulama palsu dan mengkritik kehidupan umat Islam yang saling bertikai satu sama lain. Demikian pula Kiai Ahmad Dahlan.
Menurut Muhammad Damami Zein, Kiai Ahmad Dahlan sebagaimana ditulis oleh muridnya Kiai Sudja’ merasa tersinggung oleh penjelasan Imam Ghazali tentang Ulama Suu’ (ulama palsu) sehingga mendorong dirinya untuk memikirkan kepentingan umat lebih jauh.
“Kiai suka mencari tahu persoalan masyarakat dengan pendekatan kausalitas. Kenapa dijajah? Beliau baca Al Urwatul Wustqa, Jamaludin Afghani, Rasid Ridha, Muhammad Abduh. Ternyata karena kebodohan, semangat berjuang melempem. Islam dihijabi dengan orang Islam itu sendiri,” jelasnya.
Pembacaan atas masalah umat, ditambah ketakutannya pada hari akhir di dalam bertasawuf mendorong Kiai Ahmad Dahlan berjuang sekeras mungkin membangun amal jariyah seperti bidang pendidikan dan sosial, tak peduli meski pekerjaan itu memakai harta pribadi maupun mengancam kesehatan dirinya.
“Suatu ketika di Malang, dakwah disuruh tetirah (istirahat) eh malah mendirikan langgar waktu itu. Ditanya kenapa kok begitu. (dijawab) Kalau saya berhenti, saya tidak bisa beramal salih, sehingga karcis saya ke surga berkurang, kemanfaatan masyarakat juga kurang. Bagaimana kalau sudah dijawab seperti itu?” kenang Muhammad Zein Damami takjub. (afn)
Hits: 224