MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Oman Fathurohman, Wakil Ketua Majelis Tarjih PP Muhammadiyah mengatakan untuk menentukan jadwal salat al-Qur’an dan hadis telah memberi rambu-rambu. Meskipun begitu, ilmu falak hadir sebagai pelengkap dari interpretasi tanda-tanda masuknya waktu salat.
Misalnya saja, dari keterangan al-Qur’an dan hadis bisa kita ambil semacam kesimpulan bahwa waktu zuhur ketika matahari tergelincir itu artinya ketika matahari berpindah dari bagian bumi timur ke bagian bumi atau belahan bumi barat. Nah kemudian menjadi pertanyaan ini ada bagian timur dan barat lalu mesti ada batasnya mana bagian timur mana bagian barat dan mana batasnya.
“Pada ilmu falak pemilahan barat dan timur itu adalah tergantung kepada posisi seseorang di mana seperti saya misalnya di sini maka kalau ke sebelah utara misalnya dan ke sebelah selatan maka ada penghubung batas utara dan selatan melewati kepala kita maka merupakan batas antara timur dengan barat, sehingga posisi seseorang menentukan batas timur dan barat, posisi seseorang berbeda maka batasnya pun berbeda,” ungkap Oman, dalam Pengajian Umum PP Muhammadiyah, Jumat (12/3).
Batas tersebut dalam ilmu falak disebut meridian langit setempat yakni semacam busur yang menghubungkan kutub utara, kemudian zenith, lalu kutub selatan. Kembali pada contoh waktu zuhur tadi yang dimaksud tergelincir adalah ketika matahari melewati itu.
Contoh lainnya, waktu salat asar. Pada hadis nabi waktu salat asar dijelaskan dalam dua keterangan maka ilmu falak menempuh jalan dengan memahami dan mengompromikannya tidak seperti yang berjalan sebelumnya, misalnya ada yang berpendapat menggunakan ketika bayang-bayang satu kali bendanya ada juga yang dua.
“Tetapi ilmu falak menempuhnya yaitu bahwa waktu salat asar itu awalnya ketika bayang-bayang suatu benda itu sama panjang dengan bendanya ditambah dengan bayang-bayang benda itu ketika matahari melewati batas timur barat itu tadi yang disebut dengan kulminasi,” lanjut Oman.
Mengapa begitu? Dijelaskan Oman karena jika hanya berpedoman pada satu kali panjang bendanya itu suatu ketika untuk tempat yang jauh dari katulistiwa misalnya daerah selatan ketika bulan juni maka baru masuk zuhur itu bisa bayang-bayang sudah satu kali panjang bendanya. Kemudian kalau bulan desember misalnya daerah yang jauh dari wilayah katulistiwa maka pada saat masuk waktu zuhur yaitu waktu kulminasi maka bayang-bayang bisa satu kali panjang bendanya bahkan lebih sehingga jika waktu itu dipatok semata-mata untuk masuk waktu salat asar itu ada persoalan.
“Oleh karenanya ilmu falak mendefinisikan awal waktu salat asar adalah ketika matahari membuat bayang-bayang satu kali panjang bendanya ditambah bayang-bayang benda itu ketika matahari kulminasi. Jadi misalnya kita memajang tongkat ketika sepanjang dua meter bayang-bayang di waktu dzuhur itu satu meter, ketika masuk waktu salat asar panjangnya menjadi tiga meter,” jelasnya.
“Kemudian untuk maghrib sudah sangat jelas terbenamnya matahari, tetapi dalam ilmu falak terbenamnya matahari itu dinyatakan sebagai posisi dimana tepi piringan matahari yang terlihat oleh pengamat terdapat pada horizon mar’i atau kaki langit. Kalau kita di pantai itu terlihat seperti ada pertemuan antara permukaan laut dan langit. Yang Isya juga fenomena matahari juga yaitu mega menghilang dan subuh juga sangat jelas yaitu terbit fajar diakibatkan oleh hamburan sinar matahari sebelum matahari itu terbit pada situasi tertentu,” sambungnya.
Dapat disimpulkan awal penentuan waktu salat itu didasarkan pada fenomena matahari sehari-hari didalam perjalanannya dari timur ke barat.