MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir membuka acara takbiran “Gema Takbir Jogja” di Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta, Kamis petang (20/4).
Acara takbiran sendiri dilaksanakan sebagai syiar Islam sekaligus memungkasi bulan suci Ramadan 1444 H dan menyambut hari raya Idulfitri yang akan dilaksanakan pada Jumat (21/4).
“Pesan saya satu, mari kita laksanakan syiar takbir ini dengan tertib, aman, nyaman, damai dan sekaligus juga menjunjung tinggi kebersamaan dari berbagai kelompok Islam yang sejatinya semua satu. Innamal mukminuna ikhwah, baik dari keluarga besar Muhammadiyah maupun komponen umat Islam lain yang melaksanakan salat Idulfitri pada esok hari, 1 Syawal 1444 H yang bertepatan dengan 21 April 2023,” ucapnya.
Mengingat ada muslim lain yang merayakan Idulfitri pada Sabtu (22/4), Haedar Nashir berpesan bagi peserta takbiran untuk mengedepankan tasamuh (toleransi). Perbedaan penentuan 1 Syawal merupakan ijtihad ilmiah.
“Nah selama kita masih berbeda maka hukumnya tasamuh, saling toleran, hormat mengormati, harga menghargai sampai nanti suatu saat ada kalender global internasional yang bisa menyatukan seluruh perayaan-perayaan yang menentukan awal bulan Ramadan (1 Ramadan), 1 syawal, dan 10 Zulhijah,” kata dia.
Metode menentukan hilal Muhammadiyah berdasarkan Hisab Hakiki Wujudul Hilal, kata dia digunakan Muhammadiyah untuk memperjuangkan Kalender Global yang telah dicita-citakan lewat Konferensi negara-negara muslim dunia di Turki tahun 2016.
“Sehingga jika ada kalender, kita tidak perlu lagi menunggu (pengumuman) 1 hari lagi sebelum hari raya yang bisa jatuh pada esok atau lusa harinya,” jelas Haedar.

Kepada peserta takbiran, Haedar menjelaskan bahwa Islam selaras dengan ilmu pengetahuan. Karena itu, ke depan, umat ini memerlukan kepastian metode yang aplikatif melalui teknologi meski butuh waktu.
“Seperti kita salat, waktunya pasti. Dulu kan untuk salat Zuhur harus melihat posisi matahari tepat di atas kepala. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi yang kalau mau salat lihat matahari. Tapi memang itu perlu waktu. Sama dulu di sini, ketika arah kiblat dirintis Kiai Dahlan waktu itu banyak yang tidak setuju, tapi sekarang satu abad lebih Kemenag melahirkan sertifikasi arah kiblat bagi setiap masjid. Jadi kita harus optimis,” pesannya.
“Suatu saat ketika ada kalender global, kita akan satu dalam Beridulfitri Beramadan dan Beriduladha. Nah sebelum itu sampai, kita toleransi,” tegasnya. (afn)
Hits: 8321