QS. al-Taubah ayat 60 adalah panduan bagi kita tentang siapa yang berhak menerima zakat māl. Namun, zakat fitri memiliki aturan yang lebih tegas yaitu diprioritaskan untuk fakir dan miskin yang berhak menerimanya. Dasar penetapan ini terletak pada hadis Ibnu ‘Abbas yang menjelaskan bahwa zakat fitri adalah kewajiban bukan hanya untuk membersihkan jiwa orang yang berpuasa, tetapi juga untuk memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan.
Hadis tersebut berbunyi: “Dari Ibnu ‘Abbas (diriwayatkan), ia berkata; Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-ia dan kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘Īd, maka itu adalah zakat diterima, dan barang siapa yang menunaikannya sesudah shalat ‘Īd, maka itu hanyalah sekedar sedekah.” (H.R. Abū Dāwud, Ibnu Mājah dan al-Ḥākim).
Para fakir atau al-fuqara’ adalah mereka yang benar-benar tidak memiliki apa-apa, mereka yang hidup dalam kemiskinan yang tak terduga seperti para lansia tanpa penghasilan, korban bencana yang kehilangan segalanya, atau anak-anak yang tidak bisa melanjutkan pendidikan dasar karena kekurangan biaya.
Sementara itu, orang-orang miskin atau al-masakin memiliki sedikit lebih banyak sumber daya, tetapi masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Mereka mungkin memiliki pekerjaan atau usaha kecil, tetapi penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka seperti biaya pengobatan atau pendidikan.
Tujuan Zakat Fitri
Zakat fitri bertujuan membantu fakir miskin merayakan hari raya dengan sukacita, sehingga mereka bisa merasakan kebahagiaan seperti saudara-saudara mereka yang lebih beruntung. Selain itu, zakat fitri juga memiliki peran penting dalam membersihkan jiwa si kaya dari sifat kikir dan akhlak tercela lainnya. Dengan memberikan zakat fitri, si kaya diajarkan untuk menjadi pribadi yang mulia dan pemurah.
Lebih dari sekadar memberikan bantuan untuk satu hari raya, zakat fitri bertujuan untuk membantu membangun kehidupan yang lebih layak bagi penerima. Zakat tidak hanya memberi mereka bantuan untuk saat itu, tetapi juga menjamin keberlanjutan kehidupan mereka di masa mendatang. Ini bukan sekadar memberi bantuan, tetapi juga membuka jalan bagi mereka untuk bangkit dari keterpurukan dan menjadi sumber keberkahan bagi masyarakat.
Dengan memberikan zakat fitri kepada fakir miskin, kita tidak hanya memenuhi hak mereka, tetapi juga memperkuat hubungan sosial dalam masyarakat. Penerima zakat merasa diakui haknya, sementara para pemberi zakat juga merasa terpanggil untuk berbagi rezeki mereka. Dengan demikian, zakat fitri tidak hanya tentang memberi dan menerima, tetapi juga tentang membangun kehidupan yang lebih bermartabat bagi semua.
Referensi:
Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Fikih Zakat Kontemporer