MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Satu ideologi yang sekarang sudah dipakai Muhammadiyah bahkan menjadi identitas gerakan adalah gerakan Wasathiyah. Wasathiyah Islam menjadi disrkursus yang tidak hanya menguat dalam kaitan dengan persoalan keagamaan di internal organisasi tapi juga persolahan keagamaan dengan kehidupan di ruang publik.
Pada saat menjadi utusan kusus presiden untuk dialog antar agama dan peradaban Prof. Din Samsudin menyelenggarakan forum penting yang menghadirkan para ulama dari berbagai negara yang melahirkan sebuah dokumen yang disebut dengan Bogor Massage tentang Wasathiyah islam. Bogor Massage dalam dunia diplomasi internasional menjadi salah satu dari 3 dokumen penting yang berkaitan dengan menciptakan kerumunan intern dan antar umat beragama. Itu merupakan sumbangan Indonesia dalam membangun tata dunia yang damai berdasarkan pemahaman agama yang komrehensif dan luas.
Hal tersebut disampaikan Mu’ti pada rangkaian Silaturrahim dan Konsolidasi Nasional Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah pada Sabtu (3/4).
Konsep islam Wasyathiyah berdasar pada QS. Al-Baqarah:143
“….Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu….”
“Ketika membaca beberapa kitab tafsir atau Wasatha, yang merupakan sifat dari ummatan Wasyatho, paling tidak memiliki 5 pengertian. Wasatha kalau dibaca di tafsir Qurtubi diartikan sebagai sesuatu yang sangat baik, secara fisik terlihat indah yang oleh Qurtubi diberikan ilustrasi dan oase di tengah gurun (mata air dengan pepohonan yang rindah, dimana orang bisa mendapatkan ketenangan yang luar biasa). Ummatan Wasatho itu adalah umat yang penampilannya menenangkan dan tidak kumal,” jelasnya.
Pada level ini, ummatan Wasatha ini diartikan tingkat kemakmuran dan tingkat keadaban dari seseorang atau suatu komunitas. Ummatan Wasatha sebagai umat terbaik yang dikaitkan dengan QS Al-Imran ayat 110.
Mu’ti mengatakan substansi dan isi dari ajaran islam yang terbaik, sempurna, agama yang berisi ajaran seimbang, yang memberikan tuntunan kepada manusia untuk meraih kebahagiaan. Wasatha dalam hal ini menjadi tuntunan yang mengantarkan manusia menjadi komunitas yang baik, komunitas yang unggul.
Idealnya, kata Mu’ti, umat islam menjadi umat terbaik karena diberikan oleh Allah kelebihan diantara umat yang lainnya termasuk dengan umat yang sebelumya. Sehingga islam yang Wasyathiyah itu adalah Islam yang ajaran agamanya mengandung kemuliaan dan mengandung tuntunan manusia untuk meraih kemualiaan dalam kehidupan.
Muti juga mengatakan Ummatan Wasatha adalah Ummat yang adil. Uamt yang adil itu memiliki dua pengertian yaitu ‘Adilun fi ‘Ilmi dan ‘Adilun fi hukmi. ‘Adilun fi ‘Ilmi adalah orang yang adil yang memiliki keilmuan yang tinggi. ‘Adilun fi hukmi adalah orang yang menegakkan hukum sebagaimana mestinya, menegakkan aturan tanpa pandang bulu yang dalam beberapa ayat adil itu dikaitkan dengan takwa, misalnya dalam QS.Al-Maidah: 8, di ayat tersebut dijelaskan dengan tegas supaya tidak memutuskan sesuau secara subyektif, apalagi didasarkan denga suka atau tidak suka.
“Adil berkaitan dengan sikap dan pandangan kita dalam berperilaku, dimana di dalam Bogor Massage diakaitkan dengan 7 hal yang menggambarkan bagaimana wasathiyah atau disebut sebagai nilai-nilai washatiyah islam jika diamalkan akan menjadi cara kita menciptakan tata dunia yang damai, rukun antara yang satu dengan yang lainnya,” jelasnya.
Tujuh hal itu diantaranya, pertama, I’tidal, berperilaku proporsional dan adil dengan tanggung jawab
Kedua, Tawazul, seimbang. Islam mengajarkan kita keseimbangan antara ukhrowi dengan duniawi, antara yang material dengan spiritual, antara yang individual dengan yang komunal
Ketiga, Tasamuh atau toleransi, karena kita hidup dalam masyarakat yang berbeda maka perlu ada sikap toleransi, dikap di mana kita menerima perbedaan, toleransi terhadap perbedaan itu tanpa meninggalkan prinsip dasar yang berkeyakinan agama kita. Tasamuh menjadi prasyarat untuk kita hidup saling memberi atau menerima di berbagai perbedaan yang ada di sekitar kita
Keempat, Syura atau permusyawaratan, dalam penyelesaian masalah diperlukan permusyawaratan.
Kelima, Islah adalah mendamaikan jika terjadi persoalan, islan juga berarti pembaharuan untuk memperbaiki berbagai permasalahan yang timbul dalam konteks pergaulan kita dengan masyarakat. Islah dalam beberapa ayat dikaitkan dengan peristiwa sekelompok muslim saling berperang antara satu dengan yang lain, di sisi lain juga berkaitan dengan perbaikan hubungan yang rusak.
Keenam, Qudwah upaya untuk memprakarsai perbuatan-perbuatan yang baik, mempelopori inisiatif yang mulia
Ketujuh, Muwatonah, berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sikap Wasathiyah ini juga berpengaruh terjhadap pengambilan keputusan. Menurut Mu’ti, pengambilang sikap yang baik adalah mengedepankan sikap moderat.
“Pengambilan keputusan yang terbaik adalah pengambilan jalan tengah, tidak ekstrim sehingga solusi yang menimbulkan pemenangan bagi semuanya, solusi yang mendatangkan kebahagiaan bagia semuanya, solusi yang tidak ada pihak dipermalukan,” terangnya.
Maka dengan konsep Wasathiyah Islam dan dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara ini kehadiran dan uusaha untuk menghadirkan islam yang Wasyathiyah itu memang menjadi sesuatu yang niscaya bahkan menjadi sesuatu yang mendesak untuk kita lakukan dalam situasi bangsa saat ini.