MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Selain kolaborasi multipihak dan multi sektor dalam upaya percepatan penurunan stunting dan pencegahan stunting, yang tidak kalah penting adalah kolaborasi dan partisipasi aktif kedua orang tua ayah dan ibu dalam pencegahan stunting pada anak.
Hal itu diamini oleh Ketua Majelis Kesehatan PP ‘Aisyiyah, Warsiti. Di sisi lain, ungkap Warsiti, upaya meningkatkan asupan gizi pada anak bukanlah hal yang mudah, karena melibatkan banyak faktor seperti ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, serta informasi.
Terlebih menurut Warsiti yang juga Rektor Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta ini masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa stunting bukanlah sebuah masalah, melainkan sekadar periode atau proses pertumbuhan anak.
Padahal kondisi stunting pada anak disebut Warsiti akan membawa dampak pada perkembangan otak dan masa depan seorang anak. Dalam hal budaya, Warsiti menjelaskan bahwa antara budaya dan stunting ini sangat terkait erat masih sering kita jumpai pengasuhan anak dan peran domestik yang dianggap sebagai kewajiban Ibu.
“Masih kita temui bahwa mengasuh anak itu Ibu yang bertanggung jawab, bukan suami, bukan ayah, bahkan ketika kita tanya apakah Ayah perlu diberi edukasi, dibilang tidak perlu karena yang utama mengasuh anak itu kan Ibu.” ungkapnya.
Padahal menurutnya suami adalah sosok penting yang signifikan untuk mendorong adanya pengasuhan yang baik dan dalam memberikan nutrisi yang adekuat. Hal ini dijelaskan Warsiti sangat memerlukan upaya untuk memberikan informasi yang benar bahwa tanggung jawab pengasuhan itu tanggung jawab kedua orang tua.
Kemudian Warsiti juga menyebut bahwa banyak culture di Indonesia yang menyebabkan seorang Ibu terhambat dalam upaya mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan akibat keadilan gender. Padahal kesehatan ibu yang tidak optimal akan menjadi faktor risiko terjadinya stunting.
Selain itu, capaian ASI Eksklusif yang masih rendah serta masih tingginya angka perkawinan anak di Indonesia juga menjadi faktor-faktor risiko stunting yang dipengaruhi oleh kondisi budaya.
Hits: 137