MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Definisi umum tentang ‘ulama’ tersemat dalam ayat ke-28 Surat Fathir. Ketika ayat tersebut ditanzilkan Allah, belum ada pengertian yang baku tentang sosok ulama sebagaimana yang kita pahami dengan konsep kebudayaan saat ini.
Catatan yang paling utama terkait definisi ulama dalam ayat tersebut adalah keterkaitan antara ilmu pengetahuan dengan ketakwaan atau rasa takut kepada Allah.
Karena tidak ada batasan spesifik, berbagai organisasi dan kelompok Islam memiliki definisi masing-masing tentang kriteria ulama, termasuk Muhammadiyah.
Ulama Menurut Muhammadiyah
Ketua Divisi Kaderisasi Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Ghofar Ismail menjelaskan bahwa Muhammadiyah memahami ulama harus berkaitan dengan aspek fungsional sebagaimana berangkat dari surat ayat ke-122 Surat At Taubah.
Ayat itu berisi tentang anjuran Allah agar setiap golongan di tubuh umat Islam pergi memperdalam ilmu pengetahuan dan kembali mendidik masyarakat setelah menguasainya.
“Maka Kiai Dahlan dalam pernyataannya menyatakan, ‘pergilah kamu jadi apa saja, jadi insinyur, jadi apapun, lalu kembalilah pada Muhammadiyah,’ itu adalah spirit At Taubah ini,” ungkapnya.
Dalam dialog Al Fahmu Insitute, Kamis (25/2) Ghofar Ismail menjelaskan bahwa Muhammadiyah memandang seorang ulama harus memiliki tiga misi utama.
Pertama, membimbing umat Islam menjadi khoiru ummah atau umat terbaik. Kedua, menjadikan umat Islam sebagai teladan hidup yang moderat, dan ketiga, menjadi saksi atas umat manusia dengan upaya nyata menghadirkan keunggulan.
Tak kalah penting, Ghofar Ismail juga menekankan bahwa Muhammadiyah memandang ulama harus menguasai disiplin ilmu pokok agama (ushuluddin), ilmu alat dan percabangannya. Selain itu ulama juga harus memiliki kesalehan, akhlak dan tidak ekslusif.
“Memiliki keterlibatan di tengah masyarakat, tidak menara gading. Terakhir, ketika terjun di masyarakat mereka harus memahami Manhaj Gerakan Tarjih dan Gerakan Muhammadiyah,” imbuhnya.
Hits: 193