MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA– Moderasi adalah suatu sikap yang tidak berlebi-lebihan atau berarti sedang, tidak kekurangan atau berlebihan. Karena itu kemudian sering orang berpendapat, bahwa moderasi beragama adalah kelompok yang tidak punya pendapat.
Padahal menurut, Prof. Alimatul Qibtiyah, Ketua Litbang PP ‘Aisyiyah, moderasi beragama itu adalah sikap mengurangi kekerasan dan menghindari keekstriman dalam praktik-praktik agama.
Ia juga menegaskan, bahwa moderasi dalam beragama bukan berarti tidak memiliki komitmen. Moderasi agama juga tidak mencampuradukkan atau menyamakan semuanya, tidak mempertentangkan tentang yang ada dan kepentingan secara biner (hitam-putih).
“Sehingga kalau kita moderasi itu menghindari berpikir biner, berpikir hitam-putih. Tetapi lebih menghargai kepada keberagaman yang ada,” ungkapnya pada (22/1) dalam webinar yang diadakan Convey Indonesia “Ormas, Ulama, dan Moderasi beragama”.
Menurutnya, moderasi juga berarti komitmen yang kuat dengan keseimbangan (tawazun), dan moderasi itu juga mengedepankan tercapainya tujuan bersama. Sedangkan ihwal terjadinya perbedaan menurutnya disebabkan adanya perbedaan pemahaman, lingkungan, cara pandang, bacaan/referensi, dan lain-lain.
Melihat konteks Indonesia, ujar Prof Alim, keberagaman adalah suatu keniscayaan. Bagi bangsa Indonesia, perbedaan adalah pemberian Tuhan yang bukan untuk ditawar tapi untuk diterima (taken for granted). karena rentan menciptakan perpecahan, banga ini perlu sikap bijak dalam menghadapi perbedaan.
“Di antara cara terbaik adalah dengan meilhat nilai kebaikan dalam setiap ajaran/keyakinan/background orang lain,” pesannya.
Melihat kelompok mensikapi perbedaan, dalam paparannya Prof. Alim membaginya menjadi 4 kelompok. Pertama, mereka yang anti terhadap perbedaan (intoleran). Kedua, memahami adanya perbedaan tetapi tidak dapat menerima perbedaan (toleransi negatif/pasif).
Ketiga, memahami dan bisa menerima perbedaan tetapi tidak bersedia mengakomodir dan bekerjasama dengan mereka yang berbeda keyakinan (toleran aktif). Dan yang keempat, mereka yang memahami, menerima, mengakomodasi, bekerjasama, dan membantu mereka yang berbeda keyakinan (pluralisme positif).