MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA – Intoleransi, persekusi, dan narasi kebencian berbasis agama belakangan marak terjadi di Indonesia. Fenomena ini menjadi ancaman laten bagi kehidupan majemuk masyarakat Indonesia.
Merespons persoalan itu, Maarif Institute dan Institut Leimena berkolaborasi bersama Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah, Lembaga Pengembangan Pesantren (LPP) PP Muhammadiyah, RBC Institute A. Malik Fadjar, dan Templeton Religion Trust, menggelar forum Webinar Internasional bertajuk “Kontribusi Madrasah dalam Kerukunan Umat Beragama”, Sabtu (28/8).
Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, R. Alpha Amirrachman menyambut baik digelarnya acara ini. Alpha berharap guru madrasah maupun peserta umum mendapatkan penguatan wawasan kehidupan moderat yang ditanamkan sejak lama dalam madrasah/pesantren.
“Literasi keagamaan lintas budaya adalah sebuah pendekatan baru yang kreatif dalam memetakan kompetensi mendasar ini, sehingga kita dapat mengembangkannya dalam diri kita, terutama bagi para guru di madrasah dan asatidz di pesantren untuk terlibat dalam kerjasama multi-agama tanpa kehilangan identitas agama kita sendiri,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Ma’arif Institute Abdul Rohim Ghazali mengungkapkan bahwa madrasah/pesantren menyimpan nilai dan ajaran keteladanan dalam merekatkan hubungan masyarakat beragama.
Nilai toleransi, moderasi, dan inklusivitas dalam memahami ajaran agama, misalnya, senantiasa menjadi modal sosial-spiritual para kyai, ustadz, guru dan santri dalam merajut kerukunan hidup beragama di Indonesia.
”Itu sudah dilakukan sejak lama, sehingga mulai sekarang kita perlu merumuskan pengembangan madrasah sebagai pusat pendidikan Islam untuk turut memajukan pola pikir, sikap, dan perilaku untuk harmoni antar umat beragama, khususnya di Indonesia,” katanya.
Untuk diketahui, sejumlah narasumber nasional dan internasional hadir dalam acara ini, di antaranya Dr. Amirsyah Tambunan, MA (Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia), Dr. Chris Seiple (Senior Fellow, University of Washington), Prof. Dr. Amin Abdullah (Guru Besar Filsafat UIN Sunan Kalijaga); Aly Aulia, Lc. M.Hum (Direktur Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta); dan Samah Norquist (Mantan Penasehat Utama Kebebasan Beragama Internasional, USAID).
Direktur Eksekutif Institut Leimena, Matius Ho berharap webinar keagamaan lintas budaya ini mampu memberikan inspirasi kepada masyarakat, terutama para kepala madrasah/pesantren dan para gurunya mengenai peran penting madrasah dalam memperkuat ko-eksistensi damai lintas agama.
”Salah satu hal mendasar dalam literasi keagamaan lintas budaya adalah bagaimana kita memandang dan memperlakukan mereka yang berbeda agama secara baik. Sekalipun kita hidup di masyarakat multireligius, kita dapat bekerjasama untuk kemanusiaan tanpa harus merasa agama kita terancam,” kata Matius Ho.