MUHAMMADIYAH.ID, SEMARANG – Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa dalam dua dekade terakhir, Muhammadiyah mulai menjadikan Muktamar dan Tanwir sebagai ajang merumuskan rekomendasi dan solusi atas permasalahan di tiga ranah utama, yakni ranah keumatan, bangsa, dan kemanusiaan universal.
Upaya itu menurutnya sebagai ikhtiar untuk menjadikan umat Islam sebagai subjek yang aktif menentukan arah kehidupan, bukan hanya sebagai objek dari berbagai pihak dan kepentingan.
“Kita mulai angkat isu-isu fundamental dan strategis karena memiliki dampak yang sangat luas seiring dengan terjadinya isu itu sendiri. Sebagian isu itu bersifat reflektif, sudah terjadi dan sebagiannya melihat masa depan apa yang akan terjadi jika isu itu tidak ditangani dan dicarikan jalan keluarnya,” ungkap Mu’ti.
Dalam forum Upgrading PDM Semarang, Sabtu (23/10) dirinya menyebut Muhammadiyah memiliki enam target pembahasan yakni dua isu keumatan, dua isu kebangsaan dan dua isu kemanusiaan universal.
“Sebagian sudah dibahas di Muktamar Makassar, tapi sebagian tersisa akan dibahas di Muktamar Solo (November 2022). Isu itu adalah sesuatu riil yang menjadi perbincangan publik dan perlu dicarikan solusinya,” jelasnya.
Ikhtiar ini dianggap penting oleh Mu’ti sebab umat Islam tertinggal dalam penguasaan bidang ekonomi, pengelolaan pendidikan, sosial hingga kesehatan yang berkualitas.
“Umat yang mayoritas ini daya saingnya lemah, ini sudah bukan rahasia kita. Kenapa umat yang besar itu daya saingnya lemah? Karena cara beragama yang cenderung spiritualistis, konservatisme, dan ekslusivisme yang cenderung menguat,” ujar Mu’ti.
“Banyak mengurusi hal-hal spiritual daripada mengurusi hal-hal yang bersifat strategis dalam kehidupan keumatan. Ada orang miskin tidak disantuni, ada orang tidak sekolah tidak dibantu biayanya, tapi ada persoalan tarawih delapan atau duapuluh rakaat, itu yang dibesar-besarkan,” kritiknya.