MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Dari sudut pandang ‘Aisyiyah, pendidikan merupakan alat yang cocok digunakan untuk memangkas ketimpangan, membangun dan menuju peradaban utama. Peran di bidang pendidikan oleh ‘Aisyiyah telah dilakukan sejak 105 tahun yang lalu. Sebagaimana yang disampaikan oleh Tri Hastuti Nur Rochimah pada, Jumat (20/5).
Menurutnya, pendidikan yang diberikan oleh ‘Aisyiyah pada awal abad ke 20 sangat inklusif dan pendidikan inklusif tersebut tetap terawat sampai sekarang.
Tri mencontohkan, gagasan untuk memangkas ketimpangan antara si kaya dan si miskin itu dapat disimak dari sejarah Maghribi School atau sekolah setelah Salat Maghrib dan Sopo Tresno yang diampu secara langsung oleh Kiai Ahmad Dahlan dan Nyai Siti Walidah.
“Di mana sekolah itu diberikan tidak hanya pada waktu itu saudagar, tetapi juga bagi saudara-saudara kita kaum buruh. Artinya bahwa pendidikan itu untuk semua,” tuturnya.
Selain memangkas ketimpangan antara kaum buruh dengan ningrat atau pedagang waktu itu, pendidikan yang dipelopori oleh Kiai Dahlan dan Nyai Walidah juga dilakukan secara inklusif. Dalam pemahaman mereka, yang berhak berpendidikan bukan hanya kaum laki-laki tapi juga perempuan. Bahkan pendidikan inklusi gender tersebut melahirkan tokoh-tokoh perempuan tangguh, nama-nama mereka terukir indah sebagai generasi awal ‘Aisyiyah dan dalam konteks bangsa, nama mereka melekat dalam Kongres Perempuan I yang dilangsungkan di Yogyakarta pada 1928.
‘Aisyiyah kekinian, selain menyelenggarakan pendidikan formal juga menyediakan pendidikan non-formal. Sebagai organisasi pergerakan, ‘Aisyiyah menyadari betul bahwa tidak semua perempuan memiliki akses yang sama terhadap pendidikan formal. Pendidikan non-formal ini tidak hanya diselenggarakan di Indonesia, tapi juga di luar negeri, seperti di Taiwan.
Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah dan Muhammadiyah Taiwan mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang diperuntukan bagi Pekerja Migran Indonesia.
“Sehingga mereka bisa mendapatkan ijazah SD, SMP, maupun SMA. Jadi itu didirikan oleh teman-teman PCIM dan PCIA yang berada di Taiwan”. Ungkapnya.
“Bahwa ‘Aisyiyah ingin memberikan kontribusi pendidikan dan akses pendidikan pada semua pihak termasuk di sini adalah teman-teman yang menjadi buruh migran yang ingin juga melanjutkan pendidikan formalnya,” imbuhnya.
Hits: 6