MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Wakil Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Hamim Ilyas mengatakan bahwa hakikat Iduladha adalah ketundukan kepada Allah untuk membebaskan manusia dari kerugian (khusr). Dengan makna ketundukan ini, Islam ditempatkan sebagai al-‘urwat al-wutsqa atau pedoman penghatan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari.
“Khusrin atau hayah khabitsah itu lawan dari hayah thayyibah. Sehingga khusrin itu adalah hidup tidak sejahtera, tidak damai, dan tidak bahagia di dunia dan di akhirat. Hakikat kurban dengan makna ketundukan ini sebenarnya makna Islam sebagai al-‘urwat al-wutsqa,” ungkap Hamim Ilyas dalam Pengajian PP Muhammadiyah pada Jumat (09/07).
Dari dimensi spiritual, salah Iduladhda dan ibadah kurban merupakan instrumen mengingat Allah (dzikru Allah). Hamim menerangkan bahwa dalam QS. Thaha ayat 14, Allah berfirman “aqimi al-shalata lidzkri” (dirikanlah salat untuk mengingat-Nya), dan dalam QS. Al-Hajj ayat 34, Allah berfirman pula “liyadzkuru—sma Allah ‘ala ma razaqahum” (agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka).
Sedangkan dalam dimensi moral, salat Iduladha dan merupakan sarana pencegah perbuatan keji dan munkar, serta peningkatan ketakwaan kepada Allah. Hal tersebut menurut Hamim memiliki konsekuensi sosiologis, yaitu menebarkan perdamaian, kebaikan, dan mewujudkan kesejahteraan sosial. Pandangan ini berlandaskan QS. Al-Hajj ayat 36, di mana Allah berfirman “fakulu minha wa ath’imu al-qani’a wa al-mu’tar” (makanlah sebagiannya dan berilah makan orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta).
“Makan daging itu dari dulu sampai sekarang di Indonesia itu pertanda sejahtera, pertanda makmur. Jadi, salat Iduladha dan kurban sejatinya memiliki fungsi pendidikan yang membentuk pribadi al-mukhbitin, yaitu al-mujtahiduna fi al-‘ibadah atau orang yang bersungguh-sungguh mengabdi kepada Allah,” kata dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini.
Hamim turut menerangkan karakter al-mukhbitin sebagaimana yang disebutkan dalam QS. Al-Hajj ayat 35, yaitu: hati selalu bergetar tatkala mendengar asma Allah, tangguh menaklukkan tantangan dan ujian, penyebar perdamaian, kesejahteraan dan kebaikan, produktif menghasilkan barang dan jasa, dan berkarakter filantropis (senang berbagi).
Hits: 5