MUHAMMADIYAH, YOGYAKARTA – Dewasa ini sering kali terdengar di khalayak ramai tentang ajakan untuk menjaga imun di masa pandemi Covid-19. Bukan tanpa alasan, sebab setelah hampir dua tahun belakangan ini sudah banyak nyawa yang berpulang menghadap Rabb-Nya.
Kondisi pandemi covid-19 yang masih hadir di tengah masyarakat memberikan dampak global secara ekonomi, bisnis, sosial, dan politik, bahkan tak terkecuali juga dengan meningkatnya kasus bunuh diri. Faktor depresi dan ketidakmampuan mengenali dan mengatasi masalah yang terjadi merupakan benih-benih awal yang bisa membawa seseorang untuk bunuh diri.
Hal itu dijelaskan Anisia Kumala, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Prof Dr. Hamka Jakarta pada Kajian Islam Subuh Uhamka, Ahad (19/9).
Menurutnya, ajakan yang demikian ini sebenarnya adalah implementasi dari cara seseorang untuk mendapatkan kebahagiaan. Definisi kebahagiaan yang berbeda-beda tiap orang juga mempengaruhi cara untuk mencapai kebahagiaan tersebut berbeda.
“Ada yang mencari kebahagiaan dengan melakukan berbagai macam hal yang mereka sukai, ada yang mencari kebahagiaan dengan bertemu keluarga, bahkan ada yang dengan tidak melakukan apa-apa, sudah mencapai titik kebahagiaannya,” kata Anisia.
Anisia menjelaskan bahwa hakikat kebahagiaan yang sesungguhnya adalah sifatnya stabil dan berkepanjangan, berbeda dengan senang yang cepat berganti, singkat, dan sesaat. Ungkapnya dalam diskusi virtual yang di selenggarakan oleh UHAMK dengan judul Jalan Meraih Bahagia.
Bahagia dalam al-Qur’an
Al-Qur’an menjelaskan kata bahagia dengan berbagai macam definisi, misalnya “sa’adah,” yang berarti kebahagiaan yang kekal, atau juga ada “falah,” yang berarti mencapai kebahagiaan dengan menemukan apa yang di cari.
Menurutnya, jika merujuk kepada Kitabullah, maka Allah membagi orang-orang yang bahagia menjadi enam macam. Yang pertama adalah orang yang khusyuk dalam salatnya. Kedua, orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna. Ketiga, orang yang menunaikan zakat. Keempat, orang yang menjaga kemaluannya kecuali terhadap istri atau budak yang dimilikinya. Kelima, orang yang memelihara amanah dan janji yang dipikulnya. Keenam, orang yang memelihara salatnya, yang juga telah Allah jelaskan dalam al-Qur’an surat Al Mu’minun ayat 1-9.
“Islam itu Islam ini mengajarkan keseimbangan. Orang itu diminta Bahagia ketika di akhirat kekal, tapi juga harus ingat ketika di dunia ada nasib yang harus diperjuangkan juga. Kalau kita mengejar akhirat jangan lupa juga dunia. Jadi ini kuncinya,” kata Anisia. (Zul/Syifa)
Hits: 3746