MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyampaikan catatan penting dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2021 pada Rabu (29/12). Hal pertama yang disinggung ialah aspek kebangsaan.
Menurutnya, meski bangsa ini cenderung mengalami stagnasi dan distorsi, namun masih terdapat banyak kemajuan, seperti dalam kehidupan demokrasi dan HAM, terutama pasca reformasi.
“Kalau kita analisis perkembangan kehidupan kebangsaan kita, termasuk keagamaan, kita selalu menghadapi problem-problem yang bersifat aspektual tetapi juga kita mengalami progress di dalam kehdupan ini, misalnya, demokrasi, HAM, dan lain-lain,” tutur Guru Besar Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Selain menyinggung aspek kebangsaan, Haedar juga membahas masalah keagamaan. Menurutnya, agama merupakan urat nadi bangsa Indonesia yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan keberadaannya diakui secara konstitusional dan dibuktikan oleh para sejarawan. Karenanya, pengabaian terhadap agama dalam berbagai aspek kehidupan merupakan satu sikap ahistoris sekaligus inkonstitusional.
Biarpun demikian, Haedar mengakui masih banyak persoalan di internal umat Islam. Persoalan tersebut salah satunya tidak mencerminkan nilai-nilai wasathiyah dalam kehidupan. Padahal, prinsip wasathiyah dapat ditemukan pada ayat Al Quran dan banyak hadis Nabi Muhammad. Semisal hadis, basysyiru wala tunaffiru, wayassiru wala tu’assiru.
“Sampaikanlah kabar gembira dan janganlah menakut-nakuti, serta permudahlah dan janganlah mempersulit,” (HR Muslim).
Tantangan gerakan moderasi kerap harus berhadapan dengan alam pikiran radikal-ekstrem. Karenanya dengan tegas Haedar menyuarakan bahwa konsep dan praktik beragama yang wasathiyah harus diiringi dengan spirit untuk mewujudkan kehidupan yang berkemajuan. “Kita memerlukan hidup maju bersama,” imbuhnya.
Aspek lain yang disinggung Haedar ialah persoalan ekonomi. Ia berharap di tahun-tahun yang akan datang Muhammadiyah tampil sebagai kekuatan yang mampu memberi advokasi kepada masyarakat kecil menengah sehingga terwujud kebijakan yang pro ekonomi kerakyatan. Adalah sebuah keniscayaan negara menghadirkan kebijakan progresif di sektor ekonomi.
“Kalau ingin mengangkat ekonomi mikro, kecil-menengah, ya harus ada kebijakan progresif. Semoga tahun 2022 ada kebijakan itu. Kalau terobosan ini diwujudkan, akan ada perubahan yang signifikan,” harap Haedar.
Terakhir, Haedar menyinggung aspek kebudayaan. Mengutip Mr Soepomo ketika berpidato di BPUPKI menyatakan, setelah merdeka kita ingin membangun Indonesia bukan raga fisik semata, tetapi membangun Indonesia yang “bernyawa”.
Haedar tidak ingin bila banyak slogan-slogan nasionalisme, namun hampa makna, tidak bernyawa. Dalam kaca matanya, Indonesia yang bernyawa adalah Indonesia yang dibangun di atas pemikiran kebudayaan yang terkait dengan nilai-nilai Pancasila, agama, dan budaya luhur bangsa.