MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Wakil Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ridho Al-Hamdi menyebut bahwa tokoh-tokoh Muhammadiyah masa awal sejak Kiai Ahmad Dahlan telah bersikap luwes, terbuka dan kooperatif dengan berbagai kelompok.
“Dari berbagai data yang sudah dipublish, kecenderungan tokoh-tokoh Muhammadiyah sejak awal sudah bersikap kooperatif terhadap ngarso dalem Hamengku Buwono VIII dan itu tertuang dalam sikap-sikap Muhammadiyah awal terhadap keraton yang tidak menjaga jarak. Termasuk Kiai Ahmad Dahlan pun tidak seperti yang dipikirkan saat ini seolah-olah anti TBC (tahayul, bidah, kurafat),” ungkapnya.
Dalam Muktamar Talk, Jumat (1/7), Ridho juga menjelaskan bahwa keluwesan tokoh Muhammadiyah terjadi di bidang politik. Misalnya saat terjadi ketegangan antara pemerintah dengan Masyumi, Muhammadiyah berhasil keluar dari kemelut itu di bawah kepemimpinan Kiai Ahmad Badawi.
“Sehingga makin lama strategi Muhammadiyah dari waktu ke waktu, salah satu prinsip Kepribadian Muhammadiyah adalah Muhammadiyah bisa bekerja sama dengan siapapun dan menganggap bahwa wilayah politik pemerintahan itu adalah wilayah muamalah, bukan mahdah sehingga banyak strategi yang Muhammadiyah lakukan terutama sejak pasca kemerdekaan,” jelasnya.
Di masa sekarang, pola yang terjadi menurut Ridho masih sama. Tokoh-tokoh Muhammadiyah masih terlihat luwes dan independen dalam bergaul dengan kelompok yang berbeda. Di bidang politik, Muhammadiyah tetap menjadi mitra yang kritis kendati tidak masuk dalam kategori oposisi ataupun loyalis.
“Sehingga terjadi tarik ulur meskipun kerangka besarnya Muhammadiyah tidak pernah bersikap oposisi mutlak, tapi pada sisi-sisi tertentu terjadi relasi yang cukup keras,” ujar Ridho.
Dia juga mengatakan bahwa pendekatan kultural yang dilakukan Muhammadiyah cenderung tidak populer di kalangan warganya sendiri. Meskipun secara manfaat dan maslahah, pendekatan kultural lebih banyak berhasil daripada pendekatan konfrontatif.
“Itu hal yang biasa antara elit dan massa karena situasinya yang berbeda. Massa (punya prinsip) harus A-A B-B, tapi elit itu A atau B, mengerti pada konteksnya masing-masing,” pungkas Ridho. (afn)