MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA– Lembaga Hikmah dan kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyelenggarakan Diskusi dengan topik “Memperkuat Kelembagaan Penyelenggaraan Pemilu”. Kegiatan dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting, dan disiarkan langsung via Youtube pada (20/01).
Ketua LHKP PP Muhamamdiyah, Yono Reksoprodjo dalam sambutannya mengungkapkan, amandemen UUD ‘45 pasal 22e ayat 5 yang mengatur tentang Pemilihan Umum (Pemilu) patut untuk dicermati.
Hal-hal lain yang terkait dengan konsep kemandirian Penyelenggara Pemilu yang diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 81/PUU-IX/2011 yang mengatur keanggotaan dan lain-lain juga patut di headline.
“Ini penting untuk kita melakukan pengukuran-pengukuran, karena pada saat RUU ini disodorkan dan melihat situsi yang ada, perlu menimbang dan membongkar apakah hal-hal ini bisa mencakup sistem kepemiluannya, dan mekanisme lainnya,” ujar Yono
Sementara itu, Feri Amsari, pemateri dari Direktur Pusat Studi Anti Korupsi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas dalam pemaparannya menyebut, apabila penyelenggara Pemilu ada kelalaian, tapi mereka membenahi kelalaiannya itu, mereka tidak bisa diberikan sanksi berat yang berujung pemberhentian.
Hal itu disampaikan berkenaan dengan fokus kasus yang didiskusikan kali ini, yaitu berkaitan dengan Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang memberhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua Komisi Pemilihan Umum beberapa waktu lalu menjadi perhatian publik.
“Menurut pandangan saya juga problematika yang ada pada kasus pemberhentian Ketua KPU Arief Budiman sebenarnya berkaitan dengan problematika penataan secara konstitusional lembaga penyelenggara pemilu kita,” katanya
Menurutnya, posisi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) masih ambigu. Bahkan ia menyakinkan bahwa, jika dibuat menjadi tiga lembaga bisa dipastikan sampai kapan pun akan ribut terus. Jika berganti orang, berganti pula pola keributannya.
“Bagi saya aneh saja orang yang menempuh jalur hukum kemudian dianggap melanggar etika. Dapat diketahui ada relasi antara Pimpinan dan bawahan di dalam perkara itu, kepedulian atasan kepada bawahan yang tentu saja diperbolehkan oleh hukum tidak ada masalah. Apalagi ini bukan kasus pelecehan ataupun korupsi, namun berkaitan dengan administrasi tata usaha negara,” tandasnya.