MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Menurut Syamsul Anwar, religiusitas dalam Islam mengandung tiga elemen: inti yang berupa din al-fitrah, bentuk yang berupa norma-norma syariah sebagai kerangka rujukan, dan manifestasi yang berupa amal saleh. Ketiga elemen ini harus diresapi dan dijiwai oleh islam (rasa pasrah kepada Tuhan dan damai terhadap makhluk-Nya), dan ihsan (keikhlasan dan kebaikan hati).
Sementara landasan religiusitasnya meliputi kebajikan kalbu yang muncul dari perenungan bahwa Allah memperhatikan setiap gerak manusia, rasionalitas yang didapati dari perintah Allah untuk terus menggunakan akal, dan perbuatan kebajikan untuk kemaslahatan semua. Ketiga landasan religiusitas ini dapat dirangkum dalam satu kalimat bahwa hati, pikiran, dan perbuatan harus bersambung kepada Allah Swt.
Lantas, apakah religiusitas atau ungkapan penghayatan imani ini hanya bersifat individu? Syamsul mengatakan terdapat tiga bentuk religiusitas, yaitu: pertama, religiusitas dalam bentuk pemikiran. Misalnya, Imam Al Ghazali pernah menulis pengalaman hidupnya dalam sebuah kitab berjudul Al-Munqidz Min al-Dhalal, Buya Hamka menulis Tafsir Al Azhar, atau di lingkungan persyarikatan mengeluarkan buku Fikih Perlindungan Anak.
Kedua, religiusitas dalam bentuk perbuatan. Hal ini termasuk tindakan-tindakan dalam bentuk ibadah mahdlah maupun muamalah. Dalam ibadah semuanya haram kecuali berlandaskan dalil. Dalam muamalah semuanya boleh kecuali yang dilarang syariah. Misalnya, rajin mengerjakan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan, memakan makanan halal, belajar dengan tekun, dan lain sebagainya.
Ketiga, religiusitas dalam bentuk persyarikatan atau pergaulan dengan orang lain. Dalam pergaulan sosial senantiasa memuliakan manusia baik laki-laki maupun perempuan, berniaga secara halallan-thayyibah, menyelesaikan konflik dengan damai, serta membangun tatanan sosial-kebangsaan yang berkeadaban, dan tidak menyelesaikan sengketa dengan pertumpahan darah.
Menurut Syamsul, Muhammadiyah telah menunjukkan contohnya dengan berdirinya ragam amal usaha. Kehadiran amal usaha merupakan cara Muhammadiyah yang memperlakukan teks-teks al-Quran yang memiliki kontribusi sosial dalam pelaksanaannya dapat berdampak pada dimensi spiritual. Selain itu, membantu fakir miskin, menolong yatim piatu, dan melayani orang sakit menunjukkan bahwa religiusitas tidak selalu bersifat individual melainkan juga komunal.
“Karena itu, Agama itu bukan hanya sebuah praktek individu tapi juga merupakan suatu gerakan sosial bersama untuk mewujudkan Islam rahmat bagi semesta alam. Himbauan untuk mematuhi protokol kesehatan ketika ibadah di masjid, misalnya, menunjukkan bahwa Islam adalah gerakan bersama,” terang Syamsul dalam Pengajian Ramadan PP Muhammadiyah pada Selasa (05/04).
Hits: 44