MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Institusi pendidikan Muhammadiyah hadir sebelum pemerintah mampu membangun sekolah, ini terjadi bahkan tidak hanya pada masa pra kemerdekaan, tapi juga pasca kemerdekaan.
Sejarah panjang yang telah diukir oleh institusi pendidikan Muhammadiyah menjadi tantangan tersendiri menurut Ketua Majelis Dikdasmen dan Pendidikan Non-Formal (PNF) PP Muhammadiyah, Didik Suhardi pada Sabtu (31/8) di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ).
Didik mengungkapkan, pada periode Muktamar 48 ini PP Muhammadiyah memberikan tantangan ke Majelis Dikdasmen PNF Pusat untuk segera memperbanyak dan memperluas sekolah-sekolah Muhammadiyah unggulan.
Hal itu menunjukkan bahwa sekolah Muhammadiyah harus bertransformasi – tanpa meninggalkan substansi, untuk menjawab tantangan. Sebab itu juga terkait dengan sasaran peserta didik yang akan dibidik oleh sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Menurutnya, jika dahulu kehadiran sekolah Muhammadiyah untuk kelompok masyarakat yang terbatas akses pendidikannya, kini diminta bertransformasi tidak hanya untuk kelompok kelas bawah, tapi juga kelas menengah bahkan kelas atas.
“Pendidikan Muhammadiyah mampu mengakomodasi, melayani generasi Islam menengah ke atas yang sekarang kemampuan finansialnya bagus, dan mereka mampu menyekolahkan putra-putrinya di sekolah mahal. Kita tidak perlu mahal tetapi cukup untuk menyejahterakan guru,” katanya.
Dalam usaha mewujudkan transformasi sekolah Muhammadiyah berkeunggulan, Didik meminta untuk berpegang pada etos gerakan, amal, ilmu, pembaruan, dan berkemajuan sebagai landasan yang diletakkan oleh Kiai Ahmad Dahlan.
Dia berharap kelima etos yang dimiliki oleh Muhammadiyah tersebut dapat diartikulasikan untuk membangun dan mengembangkan sekolah-sekolah Muhammadiyah menjadi sekolah unggulan dan pilihan masyarakat.