MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA — Perkembangan pesantren Muhammadiyah dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan tren yang sangat menggembirakan. Sejak tahun 2015, jumlah pesantren Muhammadiyah telah mengalami peningkatan yang signifikan. Saat ini, terdapat 444 pesantren Muhammadiyah yang tersebar di 27 provinsi di seluruh Indonesia.
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Saad Ibrahim, menegaskan bahwa seluruh pesantren di bawah naungan Muhammadiyah tidak dimiliki secara pribadi oleh individu-individu tertentu.
“Pesantren bukanlah milik personal. Semua pesantren tersebut milik Muhammadiyah,” ujar Saad Ibrahim dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Lembaga Pengembangan Pesantren (LP2) Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Rabu (28/08) di Universtas Muhammadiyah Surakarta.
Pandangan ini sejalan dengan prinsip dasar yang dianut oleh Muhammadiyah, di mana seluruh amal usaha—termasuk rumah sakit, perguruan tinggi, dan sekolah—adalah milik kolektif organisasi. Kepemilikan kolektif ini bertujuan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada umat, tanpa adanya kepentingan pribadi yang mendominasi.
“InsyaAllah, amal usaha Muhammadiyah yang kita kelola ini diterima oleh Allah, karena kepemilikannya kolektif. Nanti pahalanya pun kolektif,” tambah Saad Ibrahim dengan nada becanda.
Prinsip ini tidak hanya menjamin keberlanjutan amal usaha Muhammadiyah, tetapi juga memastikan bahwa seluruh aktivitas organisasi dilakukan dengan niat tulus untuk melayani masyarakat. Dengan semakin banyaknya pesantren yang berdiri di bawah naungan Muhammadiyah, harapan untuk melahirkan ulama-ulama muda yang berkualitas semakin besar.
Jumlah pesantren Muhammadiyah ini diprediksi akan terus bertambah, seiring dengan meningkatnya kesadaran dan kebutuhan akan kaderisasi ulama di Muhammadiyah, serta kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai-nilai agama Islam untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat dan penuh tantangan.
Di tengah perkembangan kuantitas yang pesat ini, Muhammadiyah diharapkan dapat terus menjaga dan meningkatkan kualitas pendidikan di setiap pesantren. Kuantitas ini diharapkan diimbangi dengan kualitas, sehingga menghasilkan ulama dan cendekiawan yang mampu berkontribusi bagi kemajuan umat dan bangsa.