MUHAMMADIYAH.OR.ID, BOGOR—Ketua PP Muhammadiyah KH Saad Ibrahim mengatakan bahwa konsep kepemimpinan dalam Islam dikenal sebagai al-imamah. Beliau menggambarkan al-imamah sebagai suatu jabatan yang dibentuk untuk melanjutkan misi kenabian. Pandangan ini terilhami dari cendekiawan Islam Abad Pertengahan: Abu al-Hasan al-Mawardi
Mengutip pemikiran al-Mawardi dalam kitab al-Ahkam al-Sulthaniyah wa al-Wilayat al-Diniyah, Saad Ibrahim menjelaskan bahwa misi al-imamah ini memuat semangat untuk mempertahankan eksistensi agama dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Pandangan Saad di atas disampaikan dalam acara Baitul Arqom Pimpinan dan Pembinaan Ideopolitor Muhammadiyah Kota Depok, Sabtu (2/12/2023) di BBGP Banten, Parung, Bogor.
Lebih lanjut, Saad Ibrahim menyoroti bahwa istilah kepemimpinan dalam Islam juga mencakup konsep siyasah. Siyasah, menurutnya, berkaitan dengan upaya mengendalikan dan mengelola urusan-urusan duniawi agar berjalan seimbang. Beliau menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kelompok yang memiliki (the have) dan yang tidak memiliki (the have not). Pimpinan Muhammadiyah harus memiliki keberpihakan terhadap kaum yang lemah atau mustadhafin.
Dalam konteks Muhammadiyah, Saad Ibrahim menggambarkan bahwa pengajian bukanlah sekadar kegiatan belajar yang berhenti pada satu titik. Beliau menekankan pentingnya bergerak dari teori ke praktik dengan mengatakan bahwa Muhammadiyah “tidak ngaji titik, tapi ngaji koma.” Artinya, setelah belajar, langkah selanjutnya adalah melakukan amal usaha nyata.
Saad juga menekankan pentingnya memiliki pemikiran yang besar. Menurutnya, posisi seseorang ditentukan oleh kehendaknya sendiri. Jika seseorang memiliki iradah (kehendak) yang besar, maka posisinya juga akan besar. Oleh karena itu, dalam memimpin Muhammadiyah, Saad menekankan perlunya memiliki pemikiran yang besar agar dapat memimpin organisasi tersebut dengan efektif.
Dengan tegas, Saad Ibrahim menyampaikan pesan kepada para peserta agar memiliki pemikiran yang besar. Baginya, cara berpikir kita menentukan takdir kita. Dalam konteks kepemimpinan Muhammadiyah, memiliki pikiran besar dianggap sebagai prasyarat mutlak untuk memahami dan memimpin organisasi yang besar dan berpengaruh dalam kehidupan beragama dan sosial.