MUHAMMADIYAH.OR.ID, SUKABUMI – Perkara istilah Krismuha yang beberapa waktu lalu menuai respon negatif dari warganet, Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Fajar Riza Ul Haq ingin meluruskan pemahaman kesalahpahaman itu.
Demikian disampaikan Fajar yang juga penulis buku “Kristen Muhammadiyah Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan” dalam agenda buku tersebut di Aula Universitas Muhammadiyah Kota Sukabumi (UMMI) pada, Kamis (15/6) selain Fajar, didapuk sebagai pembedah ada Ketua Badan Kerja sama Gereja-gereja (BKGS) Kota Sukabumi Pdt Kristianto.
Dalam pandangan Fajar Riza Ul Haq, respon negatif yang dituai dari istilah Krismuha beberapa waktu lalu disebabkan karena masyarakat belum membaca secara utuh buku yang ditulisnya bersama Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’ti itu.
“Saya lihat itu lebih kepada reaktif dan tidak memahami isi buku. Mereka yang reaktif melihat judul ini dan menganggap semacam agama baru atau sebuah sinkretisme. Sehingga lewat kegiatan ini kita luruskan,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa buku Kristen Muhammadiyah ini memaparkan tentang fenomena sosiologis, bukan teologis. Lokasi penelitian dari buku ini dilakukan di kawasan Timur Indonesia, untuk memotret toleransi yang unik di lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah di sana.
“Jadi kami jelaskan dalam buku ini, ada fenomena sosiologis, bukan teologis, dimana orang yang berbeda agama bertemu di sekolah berbasis Muhammadiyah, mereka akrab dan merasa mereka yang non muslim itu adalah bagian dari Muhammadiyah,” bebernya.
Praktik toleransi baik yang diterapkan di lembaga pendidikan Muhammadiyah bukan hanya terjadi di kawasan Timur Indonesia, tetapi juga di banyak tempat, termasuk di Kalimantan dan lain sebagainya. Karena memang penyelenggaraan pendidikan di Muhammadiyah dilakukan secara inklusif.
Atas lahirnya buku Kristen Muhammadiyah, Pdt Kristianto menyampaikan apresiasi. Pasalnya dalam buku yang terbit pertama pada 2019 ini memotret praktik baik tentang toleransi di lembaga pendidikan milik Muhammadiyah. Lebih-lebih, buku ini bertujuan agar bisa mengembangkan toleransi bersama.
Menurutnya, Muhammadiyah menjadi organisasi Islam yang berhasil mengelola pluralitas di Indonesia dengan arif dan dedikasi yang tinggi. Muhammadiyah menjadi organisasi keagamaan yang layak dicontoh oleh yang lain, bahkan dirinya mendorong pemuda Gereja untuk meniru yang sudah dikerjakan Muhammadiyah.
“Bagi saya, seorang pendeta tentu mendorong pemuda di gereja dan semangat untuk mewujudkan, dan tiru apa yang sudah dikerjakan Muhammadiyah supaya bersama tidak membiarkan Muhammadiyah sendiri.” Tandasnya.