MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Selain asumsi integralistik, metode ijtihad yang terdapat dalam Manhaj Tarjih juga memuat asumsi hirarkis. Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Syamsul Anwar menerangkan bahwa asumsi hirarkis adalah suatu anggapan bahwa norma itu berlapis dari norma yang paling bawah hingga norma paling atas. Apabila lapisan norma tersebut dilihat dari atas ke bawah maka lapisan norma pertama ialah nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asasiyyah).
Syamsul menerangkan bahwa nilai dasar ini adalah norma-norma abstrak yang diserap dari semangat al-Quran dan al-Sunah dan merupakan nilai yang paling esensial dalam ajaran Islam seperti nilai tauhid, kemaslahatan, persamaan, toleransi, akhlak yang mulia, dan lain-lain. Lapisan kedua ialah prinsip-prinsip umum (al-ushul al-kulliyah).
Menurut Syamsul, Prinsip umum merupakan konkretisasi dari nilai dasar dan abstraksi dari lapisan norma di bawahnya. Peran prinsip-prinsip umum ini juga sebagai jembatan yang menghubungkan nilai dasar dan ketentuan praktis. Prinsip ini ada yang sudah diformulasi dalam rumusan yuristik dan dinamakan kaidah fikih dan ada yang tidak dirumuskan dan disebut an-nazariyyat al-fiqhiyyah (asas-asas hukum Islam). Lapisan paling bawah atau ketiga adalah ketentuan hukum praktis (al-ahkam al-far’iyyah). Pada lapisan terakhir ini langsung mengkualifikasi suatu peristiwa hukum syar’I seperti menentukan hukum taklifi (halal-haram) dan wad’i (syarat-sebab).
Misalnya nilai dasar kemaslahatan dikonkretisasi antara lain dalam asas umum yang berupa kaidah fikhiah, yaitu antara lain kaidah ‘kesukaran memberi kemudahan’. Prinsip ini dikonkretisasi lagi dalam bentuk peraturan konkret dalam hukum ibadah misalnya boleh berbuka bagi musafir di bulan Ramadan, dan dalam hukum perdata orang sedang kesulitan dana diberi kesempatan penjadwalan kembali pembayaran hutangnya.
“Di kitab-kitab usul fikih tidak ada bahasan soal asumsi hirarkis ini. Ini perlu pengkajian ketika ingin untuk menentukan hukum dan memilih nilai dasarnya apa, prinsip umumnya apa, dan ketentuan hukum detailnya bagaimana. Ini perlu pengkajian yang dalam,” terang Syamsul dalam Sekolah Tarjih Internasional pada Sabtu (20/08).
Majelis Tarjih menggunakan asumsi hirarkis ini sebagai bangunan fikih. Karenanya, beberapa peneliti menilai, fikih dalam perspektif tarjih merupakan himpunan dari nilai-nilai dasar (al-qiyam al-asasiyah), asas-asas umum (al-ushul al-kulliyah) dan juga ketentuan-ketentuan hukum (Al-ahkam al-far’iyyah).
Asumsi hirarkis ini telah banyak diterapkan dalam merespon persoalanpersoalan kekinian dan telah menghasilkan putusan, seperti Fikih Tata Kelola, Fikih Air, Fikih Lalu Lintas, Fikih perlindungan anak, Fikih Informasi dan lain-lain.