MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Spiritual Islam merupakan sikap dari setiap muslim yang merefleksikan Allah sebagai sesuatu yang vital dan pusat kehidupan. Hal tersebut diwujudkan dengan menekankan pada penyempurnaan amal ibadah, kesucian rohani, dan kesalihan moral (al-akhlaq al-karimah).
Dalam Pengajian PKU Muhammadiyah Gamping, Agung Danarto menerangkan bahwa agama Islam memiliki tujuh tingkatan spiritual, di antaranya: Islam (muslim), iman (mukmin), al-shalah (shalih), ihsan (muhsin), al-syahadah (syahid), al-shiddiqiyyah (shidiq), al-qurbu (qarib).
“Tujuh martabat ini merupakan tingkatan spiritualitas seseorang mulai dari tingkatan paling rendah sampai tingkatan yang paling tinggi, yang dekat dengan Allah Swt. Kita saat ini berada di posisi yang mana?” tanya Ketua PP Muhammadiyah ini pada Ahad (17/01).
Agung menerangkan definisi Islam dengan mengutip sebuah hadis yang cukup masyhur. Hadis yang diriwayatkan Muslim ini mengisahkan Rasulullah didatangi malaikat Jibril yang menanyakan tentang Islam. Berdasarkan hadis tersebut, definisi Islam adalah orang yang mengucapkan syahadat, melaksanakan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan mengikuti prosesi haji apabila mampu.
Tingkatan Dasar dalam Spiritual
“Mengapa ‘islam’ menjadi tingkatan paling dasar dalam tingkatan spiritual? Karena salatnya seseorang kadang melakukan dosa yang lain misalnya mencuri, kadang orang melaksanakan puasa tapi masih berbohong. Sehingga dalam derajat ini paling dasar, walaupun begitu ada potensi masuk surga di akhirat kelak,” terang Agung.
Tingkatan kedua yaitu iman dan subyeknya disebut dengan mukmin. Setelah seseorang melaksanakan rukun Islam yang lima, disempurnakan dengan penuh keyakinan kepada Allah, malaikat-malaikat, kitab-kitab, para Rasul, hari akhir, dan takdir Allah. “Orang yang sudah melaksanakan ini berarti dirinya telah memeroleh tauhid yang murni dan mengurangi kemaksiatan serta kemusyrikan,” tuturnya.
Setelah melaksanakan islam dan iman secara sempurna, tingkatan ketiga yaitu al-shalah dan subyeknya disebut shalih. Seseorang yang berada pada tingkatan ini akan konsisten beribadah kepada Allah dengan senantiasa khauf (takut kepada Allah) dan raja’ (berharap kepada Allah). Kesalihan ini tidak hanya bersifat mahdlah tetapi juga ghair al-mahdlah. “Artinya tidak hanya kesalihan individual tetapi juga sosial, keduanya harus seimbang,” tambah Agung.
Tingkatan keempat yaitu ihsan dan orangnya disebut muhsin. Konsistensi seseorang dalam melakukan ibadah akan semakin sempurna bila menjadi seorang muhsin. Agung Danarto menerangkan bahwa perilaku ihsan meliputi tujuh thabaqat (hirarki), yaitu: taubat, inabah, zuhud, tawakal, ridha, ikhlas, dan ikhlas dalam segala hal.
Setelah menjadi seorang muhsin, pada tingkatan selanjutnya adalah al-syahadah atau menjadi syahid. Terma syahid banyak dimaknai sebagai kematian di medan jihad. Agung menerangkan bahwa syahid dalam tingkatan spiritual Islam dimaknai sebagai saksi terhadap iradah Allah (kehendak Allah). Dalam iradah meliputi tiga hal, yaitu: meningkatan kecintaan kepada Allah, konsistensi dzikir atau mengingat Allah dalam segala kondisi, dan menegakkan diri melawan hawa nafsu.
Dekat dengan Tuhan
Selanjutnya adalah al-shiddiqiyyah atau shadiq yaitu kejujuran kepada al-Haqq. Pada tingkatan keenam ini seseorang telah mencapai derajat ma’rifat. “Ma’rifat adalah mengetahui Tuhan dengan dekat sehingga hati sanubarinya seakan-akan selalu bersama Tuhan. Setelah ma’rifat orang akan mengalami mukasyafah, yaitu tersingkapnya semua rahasia Allah,” terang Agung.
Tingkatan yang ketujuh sebagai tingkatan yang tertinggi yaitu al-qurbu dan orangnya disebut sebagai qarib. Tingkatan ini hanya ditempati oleh para Nabi dan Rasul. “Berada di tingkatan ini penglihatan dan pendengarannya akan menggunakan penglihatan dan pendengaran dari Allah,” kata Agung.
Itulah ketujuh tingkatan spiritual dalam Islam. Agung berharap dari paparannya tersebut seseorang termotivasi agar meningkatkan tangga spiritualnya sehingga menjadi pribadi yang senantiasa terus dekat dengan Allah Swt.
Hits: 4331