MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA — Mantan CEO Jawa Pos, Dahlan Iskan sampaikan tiga tantangan agama di masa depan. Diantaranya semakin menurunnya kepercayaan umat mansuia kepada agama karena tergantikan oleh kecangihan ilmu pengetahuan, namun demikian, ia percaya Muhammadiyah mampu menjawab tantangan itu.
Mengutip penelitian, Dahlan Iskan meyebut, di Barat saat ini semakin banyak orang meningalkan agama karena terlalu percaya kepada ilmu pengetahuan. Sehingga tantangan kedepan untuk agama adalah bagaimana agama bisa seiring dengan ilmu pengetahuan.
Kedua, selain tantangan dari ilmu pengetahuan, tantangan agama dan organisasi keagamaan adalah menciptakan kedamaian hidup bagi umat manusia. Menurut Dahlan Iskan, peran organisasi keagamaan yang bertujuan menyejahterakan manusia dan menjauhkan masyarakat dari kemiskinan sudah tidak lagi begitu relevan. Karena tujuan hidup orang kedepan adalah hidup tentram, karena kedepan ekonomi akan menjadi semakin baik.
“Sehingga bukan lagi mengatasi orang miskin, bagaimana mengatasi orang terbelakang. Tapi kelak bagaimana menjamin hidup ini bisa tentram,” kata Dahlan pada Sabtu (17/4) dalam Pengajian Ramadan 1442 H PP Muhammadiyah.
Jadi kehidupan yang didambakan dan tujuan hidup umat manusia kedepan adalah tentram, tenang, dan damai. Meski demikian, sebuah agama tetap harus memiliki tujuan awal seperti memakmurkan umat secara jasmani dan rohani. Tetapi agama apapun yang tidak mendukung kedamaian akan tersisihkan dari kehdiupan manusia.
Bahkan di beberapa agama, saat ini telah meniadakan ritual dan pembangunan rumah ibadah. Mereka beralasan, jika ada ritual akan menimbulkan kesombongan. Dan mereka menganggap pembangunan rumah ibadah akan menimbulkan pertengakaran antar rumah ibadah dan agama.
Tantang ketiga adalah semakin otonomnya orang atau hilangnya ketergantungan orang kepada siapapun, baik itu kepada organisasi dan pimpinan. Kedepan, ketergantungan orang kepada orang lain akan semkin kecil, dan kecil, kemudian menghilang.
“Organisai yang bisa menyesuaikan diri dengan masa depan yang lebih otonom, tentu bukan yang sentralistik lagi. Maka ada kemungkinan agar organisasi lebih fleksibel,” ungkapnya.
Melihat fenomen tersebut, Dahlan Iskan menyarankan untuk organisai supaya kepemimpinan pada tingkat wilayah maupun daerah lebih aktif. Sehingga ada pendistribusian sumber daya insani tidak tersentral di pusat. Lebih jauh ia menyebut, kepemimpinan yang eksekutif itu harusnya pada tingkat wilayah ataupun daerah.
“Ini untuk menyikapi perkembangan yang akan datang adalah perkembangan yang semakin otonom,” imbuhnya.