MUHAMMADIYAH.OR.ID, GRESIK—Dalam menghadapi dinamika zaman yang begitu kompleks, Muhammadiyah perlu menegaskan dan terus menghadirkan pandangan Islam Berkemajuan sebagai jalan perubahan atau rekonstruksi pemikiran, strategi perjuangan, dan usaha-usaha baru yang lebih dinamis-progresif. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menguraikan tiga etos utama dari pandangan Islam Berkemajuan.
Menurut Haedar, etos pertama dari Islam Berkemajuan adalah Islam hadir sebagai pencerah bagi semesta alam. Dalam hal itu, dia ingin umat Islam merenungkan ayat pertama yang turun kepada Rasulullah SAW, yakni QS. al-Alaq ayat 1-5. Ayat itu mengajak manusia untuk menggunakan akal pikirannya dan mengejar ilmu pengetahuan. Dari pemaknaan tersebut, muncul berbagai konsep, seperti tafakkur, tanadzar, dan tadabbur.
“Islam Berkemajuan itu memiliki etos iqra yang tidak sembarang iqra. Iqra yang melahirkan pandangan hidup profetik dan membumi yang berpusat pada nilai-nilai ilahi,” tutur Haedar dalam acara yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Gresik pada Senin (11/07).
Islam Berkemajuan juga meiliki etos mengubah keadaan menjadi lebih baik. Haedar mengutip sebuah ayat yang berbunyi “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, hingga kaum tersebut mengubah nasibnya sendiri” (QS. Al Ra’du: 11). Menurutnya, seorang Muslim harus memiliki etos untuk mengubah keadaan, dari yang tertinggal menjadi maju, dan dari keadaan yang maju menjadi unggul.
“Kampus ini tidak akan pernah maju jika orang-orang yang di dalamnya tidak ada keinginan untuk mengubah dirinya. Rektor tidak bisa berjalan sendiri. Perubahan menuju lebih baik harus tumbuh di dalam diri kita semua,” kata Haedar.
Selain itu, Islam Berkemajuan itu berorientasi pada masa depan. Allah mengaitkan orientasi masa depan dengan ketakwaan (QS. Al-Hasyr: 18). Masa depan terjauh sebagai tujuan utama hidup ialah akhirat, sedang masa depan “terdekat” yang harus dijalani ialah kehidupan di dunia ini. Haedar menegaskan bahwa keduanya bersambung untuk meraih kebaikan hidup yang sejati (QS. Al-Baqarah: 201). Artinya, umat Islam tidak boleh melakukan dikotomi antara dunia dan akhirat.
“Dunia dan akhirat dua-duanya memiliki korelasi tentang masa depan. Kesadaran kita tentang masa depan itu setara dengan takwa. Di situ kita harus berbuat sesuatu merancang masa depan lebih mulia lagi,” ungkap Haedar.
Hits: 68