MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Memasuki usia abad kedua, Persyarikatan Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh pelosok Indonesia dan memiliki 29 cabang resmi di luar negeri. Muhammadiyah menjadi organisasi Islam yang gerakannya paling meluas ke berbagai lapisan masyarakat.
Di beberapa kawasan minoritas Islam di kawasan Indonesia Timur, Muhammadiyah juga diterima dengan sangat baik. Amal Usaha di bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial serta pemberdayaan masyarakat kian meneguhkan kehadiran Muhammadiyah.
“Muhammadiyah hadir dalam realitas bangsa Indonesia yang majemuk. Dan ini kita rasakan ke tempat-tempat yang Islamnya minoritas. Dan ternyata kehadirannya jauh melampaui apa yang kita pikirkan, yang organisasi Islam lain tidak bisa menembus,” kesan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.

Dalam Pengajian Ramadan 1444 H di UMY, Jumat (24/3), Haedar menyebut poin-poin di atas sebagai wajah sekaligus hasil dari visi Islam Berkemajuan, yang mana itu semua selaras dengan visi Islam sebagai dinul hadharah (agama peradaban) yang dibangun Nabi di Madinah Al-Munawarah.
“Di satu pihak Islam yang kita bangun dan kita kembangkan adalah Islam yang tetep hadir di tempat bumi berpijak tapi tidak kehilangan watak universalitasnya. Itu poin penting sebagai bahan rekonstruksi bahwa posisi Islam Berkemajuan berada dalam sketsa yang besar tapi punya distingsi yang besar untuk kita hadirkan di negeri ini,” jelasnya.
Visi Islam Berkemajuan, kata Haedar diharapkan menjadi panduan gerakan bagi setiap pegiat, kader, dan warga Persyarikatan. Melalui Muktamar ke-48 tahun 2023, visi ini dipadukan dalam bentuk Risalah.
Visi ini, sambungnya, juga meneguhkan peran yang telah dilakukan Muhammadiyah lewat reformasi dan modernisasi gerakan Islam yang bahkan tidak tersentuh dan tidak dilakukan oleh pendobrak Islam seperti Ibn Taimiyah, Syah Waliyullah, hingga Muhammad Abduh.
Misalnya pada peran membidani lahirnya gerakan perempuan, membuat pranata modern seperti sekolah, rumah sakit, dan organisasi modern itu sendiri. Sebagai konsekuensi logis, banyak sumber daya manusia dari Muhammadiyah yang kemudian paling siap dan mengisi pos-pos di pemerintahan.
“Ini menjadi semacam infrastruktur gerakan. Jadi kalau kita ingin melangkah lebih jauh sebenarnya kita sudah memiliki infrastruktur yang kokoh dalam gerakan Islam Berkemajuan,” ungkapnya.
Poin-poin di atas, diharapkan Haedar menjadi modal meluaskan gerakan Muhammadiyah di abad kedua, sekaligus membangun narasi besar dan menjauhi sikap yang bertentangan dengan visi Islam Berkemajuan seperti sikap reaktif, serba curiga, menutup diri (ekslusif).
“Realitas ini harus menjadi modal dakwah, modal sosial, dan modal harakah kita bahwa Islam Berkemajuan itu sudah memiliki akar yang kuat dalam kehidupan keumatan dan kebangsaan di republik tercinta ini,” tegasnya. (afn)
Hits: 899