MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Halim Ambiya, Cendekiawan Muslim yang menggerakkan komunitas Tasawuf Underground, terinspirasi membuat gerakan karena ingat dengan sang kakek yang menceritakan surat Al-Maun.
Semasa kecil dulu, Halim kerap diajarkan belajar surat Al-Ma’un oleh Kakeknya. Kalau ditanya surat apa yang dibaca sang kakek maka yang sering dibaca adalah surat Al-maun.
“Suatu ketika saya memberanikan diri bertanya pada kakek saya apa kakek tidak hafal surat yang lain, kemudian kakeknya menceritakan kisah tentang Kiai Haji Ahmad Dahlan,” ungkapnya, Ahad (24/1), pada kegiatan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Insanisa (Lapsi) PP Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).
Halim bernostalgia lagi dengan cerita kakeknya bahwa dulu Kiai Ahmad Dahlan selalu membaca Al-ma’un saat menjadi imam, dan ditanya mengapa membaca surat Al-Maun terus menurus. Kiai Dahlan menjawab karena saya belum mengamalkan sepenuhnya dari surat Al-maun.
“Masih banyak persoalan, masih banyak yatim piatu terlantar, masih banyak miskin dan dhuafa yang belum tersentuh umat muslim. Ini menjadi cerita yang sangat menyentuh hati saya. Itu menjadi pemicu (pemikiran untuk memiliki gerakan),” ujarnya.
Kemudian Halim mendirikan komitas tasawuf underground, awalnya posting kalimat-kalimat hikmah dari sufi-sufi terbesar ternama. Tasawuf underground mewarnai khazanah pemikiran Islam dengan berbeda tidak hanya secara klasik. Wawasan ap aitu tassawuf dan tidak keluar dari koridor Islam.
Metode Dakwah bagi Anak Punk
“Lambat laun saya memberikan diri untuk masuk ranah dakwah, saya melihat anak-anak punk yang tidak terjamah ranah dakwah ini,” kata dia.
Contohnya saja, anak-anak punk jauh dari Masjid. Masjid menjadi tempat yang tidak menarik bagi mereka karena mereka telah terstigma negatif oleh keberadaan mereka. Hingga akhirnya mereka memilih mencari pom bensin yang ada musholanya 24 jam sehingga bisa beribadah atau numpang mandi tanpa dicurigai orang lain.
“Karena seolah-olah Masjid tidak menjadi tempat untuk para pendosa mengadu, seolah-olah masjid tempat hanya untuk orang-orang suci. Padahal seharusnya masjid menjadi Oase bagi siapa saja untuk berteduh terlepas dia salat maupun tidak. Tetapi perspektif seperti ini jarang dimiliki oleh kita. Sehingga dakwah Islam tidak masuk bagi mereka, karena dianggap masjid terlalu angkuh,” jelasnya.
Maka, Halim mencoba metode lain untuk mendekati anak-anak punk. Lambat laun pendekatan dengan metode yang berbeda justru menarik mereka untuk diajarkan sholat dan ngaji. Dari sanalah komunitas Halim terus berkembang.