MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Ellen Kusuma dari safenet.or.id menyebutkan bahwa dengan konsep patriaki yang berlaku artinya banyak hal yang diatur maupun diciptakan termasuk penciptaan teknologi digital dalam bentuk male gaze atau pandangan laki-laki. Hal ini menurutnya akan merugikan kelompok rentan seperti perempuan maupun anak-anak.
“Contohnya adalah ketika teknologi digital menciptakan platform digital yakni media sosial, tetapi media sosial ini kemudian tidak memberikan regulasi cukup baik untuk bisa mengantisipasi hal-hal yang dihadapi oleh perempuan maupun oleh anak saat mengakses platform digital,” jelas Ellen dalam Kajian Ramadan LPPA, Jumat (15/4).
Ini menurutnya merupakan bagian saat male gaze terjadi. “Karena tidak bisa melihat situasi yang tidak dialami oleh laki-laki, tidak bisa melihat kerentanan yang dapat dialami oleh identitas lain,” kata dia.
Ellen menyebutkan salah satu yang marak di tengah perkembangan teknologi adalah munculnya Kekerasan Berbasis Gender Online (KGBO). Data dari layanan aduan yang dibuka oleh Safenet sepanjang tahun 2021 ada 677 aduan dengan 562 aduan langsung dari korban. 508 kasus tersebut adalah KGBO dalam bentuk ancaman penyebaran konten intim non konsensual dan kejahatan lain yang terjadi secara online.
Oleh karena itu Ellen menyebutkan beberapa perlindungan dibutuhkan untuk mengatasi hal ini. “Kita memerlukan kepastian hukum yang tidak bias kepada perempuan dan ketubuhannya,” tegas Ellen.
Misalnya ia menyebut dengan menerapkan Perma No. 3/2017. Kemudian penanganan dan pemulihan jejak digital korban dengan penerasan UU ITE Pasal 26 (3) tentang hak untuk dilupakan dan PP Kominfo No.71/2019 yakni pasal tentang penghapusan dan delisting konten untuk dapat diberlakukan sehingga mampu membantu korban.
Dengan telah disahkannya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual Ellen menyebut diperlukan implementasi yang lebih berpihak kepada korban. “Kita juga perlu melihat RUU Perlindungan Data Pribadi karena jika kita melihat sangat erat sekali kekerasan di dunia digital adalah terkait penyebaran data pribadi seseorang, RUU ini sudah beberapa tahun mandek di DPR,” tuturnya.
Kemudian perlindungan lain yang dibutuhkan adalah penanganan hukum dan teknologi yang tanggap dengan karakteristik teknologi digital dan internet. “Seperti kita tahu orang menyebarkan satu informasi hanya cukup waktu tidak sampai lima detik tetapi penanganan kasus kekerasan berbasis gender online itu bisa memakan waktu sampai bertahun-tahun, maka bagaimana kita bisa mengupayakan proses hukum yang lebih berpihak pada korban dalam waktu yang cepat sehingga bisa menjawab karakteristik teknologi digital yang serba cepat. Kemudian perlindungan lain yang dibutuhkan adalah terkait edukasi literasi digital untuk menumbuhkan teknologi digital yang mengedepankan kontrol pada pengguna untuk menjaga privasi dan menerapkan konsen dengan tepat,” lanjut Ellen.
Ditambahkan oleh Ellen, solusi-solusi tersebut haruslah digerakkan oleh seluruh lapisan masyarakat. “Solusi itu tentu harus digerakkan oleh semua pemangku kepentingan kita tidak bisa bersandar hanya kepada aparat penegak hukum maupun pemerintah, tetapi diri kita sendiri juga harus bergerak dan mendorong platform digital mengambil tanggung jawab lebih besar dan tidak lepas tangan begitu saja,” terangnya.
Hits: 44