MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA – Di tengah serbuan informasi melalui media digital, jari yang aktif menulis dan menggambar harus disertai etika dan akhlak. Pasalnya jika tidak demikian, aktivitas jari yang meng-up date informasi menjadi sumber kecelakaan.
Kecelakaan tersebut terjadi menurut Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan ‘Aisyiyah (LPPA) Pimpinan Pusat (PP) ‘Aisyiyah, Siti Syamsiatun karena ketiadaan etika, akhlak serta keterampilan yang menyebabkan dengan mudah menyebarkan informasi hoax.
Oleh karena itu, dalam acara ‘Aisyiyah Update #3 yang diselenggarakan pada, Jumat (5/5) secara daring, ‘Aisyiyah mendorong pemanfaatan perkembangan dunia digital dengan lebih beretika dan berakhlak.
“Kita tidak ingin menjadi jarimu adalah celakamu, jangan sampai itu terjadi, kita fokuskan dunia digital ini untuk mengakumulasi modalitas kita untuk kebaikan meraih surga.” Ungkapnya.
Sementara itu, Siti Ruhaini Dzuhayatin, Guru Besar Bidang HAM dan Gender dan Staf Ahli di Kantor Staf Presiden dalam paparan materinya menuturkan, menghadapi serbuan informasi media digital warganet Indonesia juga membutuhkan digital literacy dan digital mentality.
Saat ini, imbuh Ruhaini, terjadi cultural lag di Indonesia karena masyarakat Indonesia yang memiliki akar budaya sebagai masyarakat yang bertutur melompat menjadi masyarakat visual. Hal itu terjadi karena ada proses atau tradisi membaca yang dilewatkan oleh masyarakat Indonesia.
“Kita mengalami proses melewatkan begitu saja suatu tradisi membaca yang sangat penting sekali, proses membaca yang saya sampaikan ini adalah proses memvisualkan sesuatu, memasukan dalam pikiran kesadaran, baru mengekspresikan,” terangnya.
Ruhaini menunjukkan bahwa, salah satu contoh dalam kehidupan dunia digital saat ini masih terdapat residu dari masyarakat bertutur yang mengatakan bahwa bertutur itu tidak masalah. Seperti; ‘Saya kan cuman ngomong, apa sih salahnya ?’.
“Dalam masyarakat bertutur itu memang tidak masalah karena ucapan akan hilang ditelan angin atau dilupakan tetapi kalau dituliskan dalam lini masa digital, ini akan menjadi masalah karena jejak digital itu abadi,” papar Ruhaini.
Dalam hematnya, saat ini banyak masyarakat yang membayangkan dunia digital itu seperti masa teknologi tv dengan komunikasi satu arah, padahal dunia digital itu two ways bahkan banyak pintu. Oleh karena itu dia mendorong untuk dilakukan pembangunan bangsa (nation building).
“Pembangunan nation building ini sama mahalnya dengan pembangunan infrastruktur karena kalau nation building retak maka bisa menghancurkan seluruh bangunan yang kita miliki,” katanya.
Hits: 283