MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Kalender Islam global memerlukan pemikiran-progresif yang memadukan aspek syar’i dan sains modern. Patut disadari membangun kebersamaan memerlukan pengorbanan, keberanian, dan komitmen bersama. Muslim Eropa sangat menanti kehadiran kalender Islam global agar perbedaan di dalam negeri dalam memulai awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah dapat diakhiri.
Demikian disampaikan Ketua Divisi Hisab dan Ilmu Pengetahuan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Susiknan Azhari pada Ahad (22/01). Menurutnya, pada tahun 2005/1425 di United Kingdom (UK) terjadi perbedaan dalam penentuan Idul Adha 1425. Mengutip Cendekiawan Muslim dari Universitas Oxford Afifi Al Akiti, perbedaan muncul disebabkan antara pendukung rukyat dan hisab. Berdasarkan data hisab pada tanggal 10 Januari 2005, ketinggian hilal sudah memenuhi kriteria yang dipedomani. Namun dalam praktiknya, tidak ada laporan keberhasilan melihat hilal.
Bagi pendukung hisab awal Zulhijah 1425 jatuh pada tanggal 11 Januari 2005, sedangkan pendukung rukyat menetapkan awal Zulhijah 1425 jatuh pada tanggal 12 Januari 2005. Selanjutnya Al-Akiti menyatakan pemahaman tekstual di era modern dalam memahami hadis rukyat kurang relevan. Jika memang tidak nampak sepatutnya peran sains digunakan.
Kehadiran kalender Islam global Turkiye 2016/1437 dalam perspektif kekinian merupakan terobosan dalam mewujudkan kebersamaan tingkat global. Hal ini juga diakui oleh Imam Besar Masjid Hagia Sophia Istanbul, Ferruh Mustuer Kimdir. Menurutnya kalender Islam global merupakan produk ijtihad yang sangat diperlukan untuk melahirkan peradaban sesuai tuntutan zaman.
Dalam konteks Indonesia pilihan terhadap kalender Islam global Turkiye merupakan “jalan tengah” untuk mewujudkan penyatuan kalender Islam. Tidak ada pihak yang dimenangkan atau dikalahkan. Semua ormas Islam yang ada di negeri ini dan pemerintah harus merubah cara pandangnya dengan mempertimbangkan kemaslahatan bersama.
Pandangan yang menyebutkan bahwa kalender Islam global Turkiye lebih memberi ruang bagi pengguna hisab dan meninggalkan pengguna rukyat tidaklah benar. Justeru sebaliknya kehadiran kalender Islam global Turkiye berusaha memberi ruang yang sama antara hisab dan rukyat dengan mengadopsi kriteria “visibilitas hilal” di mana saja sesuai kriteria yang disepakati.
Menurut Susiknan, Indonesia sebagai bangsa yang besar dan penduduknya mayoritas beragama Islam perlu bergandengan tangan dan menjadi pelopor dalam implementasi kalender Islam global. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi secara berkesinambungan tentang kalender Islam global agar konsep yang dikembangkan dapat dipahami oleh masyarakat luas. Dengan pemahaman yang baik diharapkan penerimaannya lebih mudah. Tidak kenal maka tidak sayang.