MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA— Dalil pokok yang membahas keutamaan empat bulan haram terdapat dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 36. Ayat tersebut menggarisbawahi pentingnya bulan-bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab, dengan memberikan penekanan pada larangan terhadap perbuatan dosa, terutama maksiat.
Dalam surat at-Taubah ayat 36, Allah menegaskan larangan untuk tidak menzalimi diri sendiri, bukan sekadar sebagai larangan umum, tetapi sebagai larangan yang lebih tegas, terutama terkait dengan perbuatan dosa. Keempat bulan tersebut memiliki keutamaan yang sama-sama signifikan, meskipun Rajab terpisah dari tiga bulan lainnya.
Larangan terhadap perbuatan maksiat dalam ayat tersebut tidak hanya bersifat umum, melainkan menjadi lebih mendalam dan intensif selama empat bulan haram. Dalam konteks ini, bulan-bulan tersebut memberikan panggilan kuat untuk menjauhi perbuatan dosa dan lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Pentingnya memahami bahwa larangan ini tidak terbatas pada satu bulan saja, tetapi mencakup seluruh empat bulan haram. Dengan penegasan yang lebih kuat pada bulan-bulan tersebut, umat Muslim diingatkan untuk menjaga diri dari godaan maksiat dan lebih fokus pada perbuatan baik serta ibadah.
Dalam konteks agama Islam, keempat bulan haram menjadi periode yang istimewa untuk meningkatkan ketakwaan dan menjauhi perbuatan dosa. Kesadaran akan keutamaan ini memperkuat komitmen umat Muslim untuk menjalani hidup yang sesuai dengan ajaran agama, tidak hanya selama satu bulan, melainkan sepanjang tahun, dengan perhatian khusus pada bulan-bulan yang dianggap suci.
Amalan Masyru’ di bulan Rajab
Bulan Rajab, yang terpisah dari tiga bulan haram lainnya, memiliki kekhususan tersendiri. Bulan ini diperkaya dengan keberkahan amalan-amalan masyru’, memperkuat panggilan untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui perbuatan baik dan ibadah yang saleh.
Pertama, dalam mengisi bulan Rajab, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak puasa sunah. Puasa-puasa seperti puasa Senin-Kamis, Ayyamul Bidh, dan Puasa Dawud bukan hanya sebagai bentuk pengabdian, tetapi juga sebagai jalan untuk mendekatkan diri pada-Nya. Puasa-puasa ini menjadi sarana spiritualitas yang mengantarkan umat Islam menuju keridhaan Allah.
Kedua, tidak hanya sebatas puasa, amalan-amalan saleh juga menjadi bagian integral dari keberkahan bulan Rajab. Perbuatan baik, bakti kepada sesama, dan pelayanan terhadap masyarakat harus dilakukan dengan tekun. Semua ini sejalan dengan pesan al-Qur’an dalam surat at-Taubah ayat 36 yang menekankan pentingnya memaksimalkan amal saleh di bulan-bulan haram.
Ketiga, menjauhi maksiat juga menjadi bagian tak terpisahkan dari keberkahan bulan Rajab. Dengan menghormati larangan Allah dan menjauhi perbuatan dosa, umat Islam menciptakan lingkungan spiritual yang bersih, mendekatkan diri pada-Nya, dan merasakan keberkahan yang lebih mendalam.
Amalan-amalan ini bukan hanya mencerminkan ketaatan, tetapi juga menunjukkan kebijaksanaan untuk mengoptimalkan potensi diri dalam mencapai keridhaan Allah. Dengan melibatkan diri dalam amalan-amalan masyru’ ini, umat Islam dapat merasakan keberkahan dan keutamaan bulan Rajab secara lebih mendalam.
Sebagai periode suci, bulan Rajab memberikan kesempatan emas bagi umat Islam untuk meningkatkan kualitas ibadah dan meraih keberkahan yang melimpah. Dengan demikian, bulan Rajab tidak hanya menjadi waktu yang dihormati, tetapi juga menjadi pintu gerbang menuju peningkatan diri dan keberkahan yang abadi.
Cegah Amalan yang tidak Berdasar
Meskipun bulan Rajab menawarkan kesempatan yang luar biasa untuk meningkatkan kualitas ibadah, penting bagi umat Islam untuk memahami bahwa tidak semua amalan di bulan ini memiliki dasar dalil yang kuat. Beberapa amalan yang tidak memiliki landasan yang kuat dalam ajaran Islam harus dihindari, agar ibadah tetap murni dan sesuai dengan petunjuk agama.
Salah satu contoh adalah berpuasa khusus pada hari Kamis pertama di bulan Rajab. Meskipun puasa sunah sangat dianjurkan, melakukan puasa tertentu sebagai bagian dari ibadah mahdlah tanpa dasar dalil yang kuat dapat tidak dapat diamalkan. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memfokuskan amalannya pada puasa-puasa sunah yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Selain itu, mengkhususkan malam tanggal 27 Rajab dengan ibadah dan ritual tertentu yang tidak didasarkan pada ajaran yang jelas juga harus dihindari. Beberapa orang mungkin merayakan malam ini dengan mengaitkannya dengan kemuliaan malam Isra-Mikraj, tetapi perlu diingat bahwa Rasulullah SAW tidak mengajarkan untuk merayakan malam ini secara khusus.
Dengan demikian, sambil memanfaatkan keberkahan bulan Rajab, umat Islam dihimbau untuk memperhatikan landasan ajaran dan menjauhi amalan-amalan yang tidak memiliki dasar dalil yang jelas. Dengan mempertahankan kesucian ibadah, umat Islam dapat merasakan keberkahan bulan Rajab tanpa terjerumus dalam praktik-praktik yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang otentik.