MUHAMMADIYAH.OR.ID, LOMBOK—Pakar ilmu falak Muhammadiyah Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar mengajak kita memahami esensi historis Kalender Hijriyah Global Tunggal melalui lensa sejarah, membuka jendela waktu yang kaya akan perjalanan kalender dalam peradaban Islam. Ia mengupas konsep kesatuan dalam keragaman waktu sebagai fondasi pembentukan Kalender Hijriyah Global Tunggal.
dalam acara Seminar dan Sosialisasi Kalender Hijriyah Global Terpadu pada Jumat (01/12) di Universitas Muhammadiyah Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat, Arwin menjelaskan bahwa inti dari sebuah kalender adalah keteraturan jatuhnya tanggal yang disepakati tanpa perbedaan di berbagai tempat.
Sejarah mencatat bahwa Umar Bin Khattab, ucap Arwin, dalam upayanya memperbaiki kekacauan administratif, menjadi pencetus Kalender Hijriah. Meskipun sistem bulan sudah ada, Umar Bin Khattab melibatkan formalisasi dalam bentuk penomoran, menjadi tonggak awal perlunya unifikasi kalender sebagai titik tolak menuju kalender global.
Esensi kesatuan dalam Islam, sebagaimana diakui oleh Al-Qur’an, juga menegaskan pentingnya kalender sebagai alat persatuan. “Prinsip al-Qur’an adalah persatuan,” ujar Arwin, menggambarkan bahwa Kalender Hijriyah memiliki dimensi keagamaan yang dalam.
Arwin meyakinkan bahwa kunci keberhasilan Kalender Hijriyah Global Tunggal adalah konsep Ittihad al-Mathali’ (kesatuan matlak). Prinsip ini, menurutnya, merujuk pada ide bahwa ketika hilal terlihat di suatu tempat, maka di tempat lain dianggap telah terlihat juga. Arwin menyoroti bahwa meskipun Ittihād al-Mathāli’ kurang populer dibandingkan dengan Ikhtilāf al-Mathāli’ di kalangan fukaha klasik, namun seiring waktu, konsep kesatuan matlak ini mulai diterima dan dianggap sebagai opsi bahkan solusi yang layak.
Arwin menggambarkan orientasi global terkait kalender Hijriyah dari berbagai mazhab dan fukaha. Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, bersama dengan pemikir modern seperti Ibnu Taimiyah, Abdullah Bin Baz, Al-Bani, dan TM Hasbi Asd-Shiddieqy, memiliki pandangan yang mendukung konsep global untuk kalender Islam.
Lebih lanjut, Arwin memberikan referensi literatur yang bisa dijadikan bahan pembelajaran terkait kalender global, termasuk buku Kaifa Nuwahhid at-Taqwim al-Hijry fi al-‘Alam al-Islamy, Tathbiqat al-Hisabat al-Falakiyyah fi al-Masa’il al-Islamiyyah, At-Taqwim al-Qamary al-Islamy al-Muwahhad, dan sejumlah karya lain yang mendalam.
Arwin mengajak kita untuk merenung dan mendalami bagaimana Kalender Hijriyah Global Tunggal bukan hanya sebuah inovasi praktis, tetapi juga sebuah perjalanan historis dan konseptual yang meneguhkan keberagaman dalam kehidupan sehari-hari umat Islam, sekaligus menggugah pemahaman kita akan persatuan dalam keragaman waktu.