MUHAMMADIYAH.OR.ID, LOMBOK—Pakar astronomi Islam dari Muhammadiyah, Prof. Tono Saksono menyampaikan pandangannya terkait penggunaan rukyat (pengamatan hilal) sebagai dasar pembentukan kalender Hijriyah. Ia menegaskan ketidaksetujuannya terhadap rukyat sebagai metode tunggal. Baginya, rukyat hanya berlaku selama satu bulan dan kurang akurat untuk kalender jangka panjang.
Tono menyatakan bahwa metode hisab, yang dapat memanfaatkan pemahaman sains dan teknologi modern, jauh lebih akurat dan sesuai dengan kondisi umat Islam pada abad ke-21. Pandangan Tono ini disampaikan dalam acara Seminar dan Sosialisasi Kalender Hijriyah Global Terpadu pada Jumat (01/12) di Universitas Muhammadiyah Mataram, Lombok, Nusa Tenggara Barat.
“Hisab dapat menggantikan rukyat karena hisab jauh lebih akurat,” ungkap Tono. Dia menjelaskan bahwa pemahaman kita tentang sains dan teknologi saat ini memungkinkan umat Islam untuk menentukan karakteristik hilal meskipun hilal tidak terlihat, yang tidak mungkin dilakukan pada masa Rasulullah.
Tono juga menyampaikan penjelasan mengenai fase bulan dan hubungannya dengan rotasi bumi. Dalam penuturannya, dia menyoroti fenomena rotasi bumi yang menyebabkan hilal tidak terlihat di beberapa tempat meskipun sudah ada secara global. Namun, Tono menekankan bahwa hal ini tidak mengubah wujud dan ukuran hilal itu sendiri.
Mengakhiri presentasinya, Tono memperkenalkan Konsep Kalender Hijriyah Global Tunggal yang telah melalui kajian yang matang. Ia meyakinkan hadirin, terutama warga Muhammadiyah, bahwa Kalender Hijriyah Global Tunggal dapat menjamin secara saintifik bahwa hilal sudah wujud dan terdistribusi ke seluruh wilayah bumi. Dengan demikian, Tono mengajak agar tidak perlu merasa khawatir terkait penerapan Kalender Hijriyah Global Tunggal ini.
Syamsul Anwar, pembicara kedua acara, menghadirkan pandangan yang mendalam mengenai pentingnya kalender Islam yang akurat sebagai bagian dari Maqasid Syariah. Ia memulai paparannya dengan merujuk pada ayat-ayat Al-Qur’an, seperti Surat Yusuf: 40, Al-Bayyinah: 5, dan At-Taubah: 36-37, yang menegaskan esensi agama yang benar (ad-dīn al-qayyim atau dīn al-qayyimah).
Menurut Syamsul, esensi agama yang benar mencakup empat prinsip utama, yakni bertauhid kepada Allah, menegakkan salat, membayar zakat, dan mengikuti kalender yang akurat dengan bilangan 12 bulan tanpa interkalasi.
“Dasar ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa keberadaan kalender Islam yang akurat dan bebas dari interkalasi merupakan bagian dari maqasid syariah yang harus diwujudkan,” tegas Syamsul Anwar. Ia juga menyoroti hadis Nabi yang memerintahkan umat Islam untuk berpuasa dan merayakan Idulfitri dan Iduladha secara serentak di seluruh dunia. Hal ini, menurutnya, memerlukan sistem penanggalan yang bersifat global dan unifikatif.
Syamsul Anwar juga mengulas konsep transfer imkanurrukyat, dengan merujuk pada hadis yang memerintahkan berpuasa dan merayakan Idulfitri saat terjadi rukyat (pengamatan hilal). Ia menjelaskan bahwa orang yang melihat hilal tersebut dapat “ditransfer” ke daerah yang belum melihatnya, sehingga seluruh umat Muslim, di manapun mereka berada, wajib berpuasa dan merayakan Idulfitri. Pandangan ini dikenal sebagai ittihad al-mathali’ (kesatuan matlak), yang dianggap sesuai untuk perumusan Kalender Islam Global.
Dengan argumen-argumen yang kuat, Syamsul Anwar menegaskan bahwa Kalender Hijriyah Global Tunggal bukan hanya sebuah inovasi, tetapi juga sebuah keharusan untuk memenuhi panggilan Maqasid Syariah dalam menjaga esensi agama yang benar dan bersifat universal bagi umat Islam di seluruh dunia.