MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANDUNG—Ismail Fahmi menjelaskan betapa pentingnya ekonomi digital dalam dunia modern. Ekonomi digital adalah bentuk ekonomi yang sangat bergantung pada teknologi digital untuk menjalankan proses produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa. Teknologi digital yang dimaksud meliputi internet, kecerdasan buatan (AI), big data, dan blockchain.
Dengan kata lain, ekonomi digital menggantikan banyak proses konvensional dengan teknologi canggih. “Sekarang istri saya kalau belanja sudah tidak lagi ke pasar. Kalau mau belanja sekarang pakai hape. Ini adalah salah satu contoh dari perilaku ekonomi digital,” terang Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah dalam Gerakan Subuh Mengaji pada Selasa (17/10).
Ismail Fahmi lebih lanjut mendefinisikan ekonomi digital sebagai elemen kunci dalam semua tahap ekonomi, mulai dari produksi hingga distribusi dan konsumsi. Ini mencakup berbagai sektor, seperti e-commerce, perbankan digital, aplikasi pesan instan, dan media sosial. Menurutnya, ekonomi digital memiliki dampak signifikan pada perekonomian, termasuk peningkatan produktivitas, efisiensi, dan inovasi.
Ismail Fahmi juga membahas upaya pemerintah Indonesia untuk menjadikan negara ini pusat ekonomi digital di Asia Tenggara melalui penerbitan roadmap e-commerce. Dia menyebutkan beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia dalam ekosistem e-commerce.
Ismail menyayangkan karena ekonomi digital di Indonesia mayoritas produk yang dijual adalah barang impor, penjual e-commerce yang sebagian besar bukan pemilik produk sendiri, dan praktik penjualan produk impor di bawah harga pokok penjualan (HPP) serta pajak safeguard. Dia juga mencatat tren monopoli platform asing dalam industri ini.
“Kondisi e-commerce Indonesia: 90% produk yang dijual adalah barang impor, 74% penjual di e-commerce bukan dari produk sendiri, produk impor dijual di bawah HPP dan pajak safeguard. Kita memang negara demokratis, tapi sebaiknya didahulukan dulu produk lokal sebelum menerima produk-produk dari luar,” saran Fahmi.
Ismail Fahmi mengambil contoh dari China yang telah mengambil langkah-langkah tegas untuk mengendalikan investasi asing dalam industri ekonomi digital mereka. Pemerintah China mengutamakan pengembangan platform dalam negeri dengan membatasi investasi asing dan memberikan peluang bagi platform domestik untuk tumbuh. Dia juga menyoroti praktik pengendalian internet yang ketat, seperti Great Firewall, dan regulasi Cybersecurity Law yang harus dipatuhi oleh platform-platform tersebut.
“Belajar dari China, mereka menutup investasi asing untuk memberi ruang bagi platform dalam negeri. E-commerce hanya ada Alibaba dan JD.Com, search engine hanya Baidu, di sana tidak ada Google, aplikasi pesan hanya Tencent dan Wechat,” tutur Ismail Fahmi.
Dengan begitu banyak potensi dan tantangan dalam ekonomi digital, Ismail Fahmi menekankan pentingnya langkah-langkah strategis dan kebijakan yang bijaksana untuk mendukung pertumbuhan ekonomi digital Indonesia dalam kompetisi global yang semakin ketat.