MUHAMMADIYAH.OR.ID, SURAKARTA — Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah akan menggelar Muktamar ke-48 pada 18-20 November nanti, namun Sidang Pleno I sudah dimulai pada 5-6 November, dan dibuka secara langsung oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir.
Adapun isi dari materi Muktamar ini meliputi laporan Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2015-2022, program Muhammadiyah 2022-2027, Risalah Islam Berkemajuan, dan Isu-isu Strategis Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal.
Dalam isu-isu strategis akan dibahas, misalnya, rezimentasi paham agama, membangun kesalehan digital, suksesi kepemimpinan 2024, evaluasi atas kebijakan deradikalisasi, memperkuat keadilan hukum, regulasi dampak perubahan iklim, mengatasi kesenjangan antar negara, dan lain-lain.
Haedar Nashir menuturkan bahwa, isu strategis merupakan formulasi dari cara pandang Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah terhadap problem yang menonjol saat ini. Guru Besar Sosiologi ini menambahkan bahwa Muhammadiyah-‘Aisyiyah terhadap problem menonjol tersebut bukan hanya dinarasikan sebagai isu-isu strategis, tapi Muhammadiyah terlibat langsung dan mengajak semua pihak menyelesaikannya.
“Muhammadiyah melihat problem bukan semata-mata dijadikan isu, tapi juga cara pandang kita terkait dengan solusi yang bisa kita tawarkan. Sehingga Muhammadiyah mengangkat isu-isu itu tidak sekadar wacana tapi juga terlibat langsung, dan mengajak semua pihak menyelesaikannya,” ucap Haedar.
Tentang isu-isu keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan Universal yang di angkat pada Muktamar ke-48 Muhammadiyah-‘Aisyah tidak hanya berada pada tataran wacana tapi Muhammadiyah juga hadir memberi solusi dan terlibat aktif. Dalam penyelesaian isu-isu tersebut Muhammadiyah mengajak kolaborasi berbagai pihak.
“Kita memerlukan berbagai pihak dengan kesadaran kolektif dan relasi antara pemerintah komponen bangsa bahkan semua pihak dunia internasional,” imbuhnya.
Melalui Muktamar 48 ini Haedar berharap akan ada masukan-masukan konstruktif untuk menyikapi dan memecahkan masalah di isu-isu strategis keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan universal ini. Selain itu, pelaksanaan Sidang Pleno I yang digelar secara hibrid merupakan cara Muhammadiyah-‘Aisyiyah dalam beradaptasi dan menyambut era baru kehidupan manusia.
“Saya yakin ini muktamar yang produktif, kolektif, dan menyambut era baru dengan teknologi digital,” tandasnya.