MUHAMMADIYAH.OR.ID, YOGYAKARTA—Dari segi arti nama, zakat dalam bahasa Arab yang berarti bersih, bertambah, dan berkembang. Menurut istilah, seperti yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, zakat ialah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan lain sebagainya) menurut ketentuan syarak.
Sedangkan pajak dalam hukum Islam memiliki beberapa istilah, yakni al-Jizyah, al-Kharaaj, adh-Dhariibah, dan al-‘Usyuriyah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan lain sebagainya.
Dari segi dasar hukum, zakat diwajibkan berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah (QS. al-Baqarah: 43 dan QS. at-Taubah:103). Motivasi pembayaran zakat ialah karena keimanan dan ketakwaan kepada Allah, untuk ber-taqarrub kepada Allah, karena Allah memerintahkan hamba-Nya yang memiliki kelebihan harta tertentu untuk membayar zakat (QS. al-Baqarah: 267). Adapun pajak ditentukan oleh undang-undang suatu negara dan dibayar atas dasar kewajiban negara.
Selain itu, dari segi nisab dan tarif, nisab zakat dan tarifnya ditentukan oleh Allah dan bersifat mutlak sedangkan pajak ditentukan oleh negara dan bersifat relatif. Nisab zakat memiliki ukuran tetap sedangkan pajak berubah-ubah sesuai dengan neraca anggaran negara.
Zakat dikenakan pada harta yang produktif, artinya harta itu memberikan keuntungan, pendapatan, keuntungan investasi, ataupun pemasukan. Ataupun kekayaan itu berkembang sendiri yakni menghasilkan produksi. Hal ini karena Nabi saw tidak mewajibkan zakat atas kekayaan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi. Sedangkan pajak dikenakan pada semua harta.
Perhitungan besar zakat dipercayakan kepada pembayar zakat dan dapat juga dengan bantuan lembaga amil zakat. Zakat diberikan kepada orang muslim dan ditetapkan untuk 8 golongan (QS. at-Taubah: 60). Sedangkan perhitungan pajak menggunakan jasa akuntan pajak. Pajak juga diberikan kepada semua warga negara, untuk kepentingan pembangunan dan anggaran rutin.
Melihat beberapa perbedaan di atas, jelaslah bahwa zakat tidak sama dengan pajak, sehingga pajak tidak dapat menggantikan kewajiban zakat. Seseorang yang telah membayar pajak tidak berarti kewajiban membayar zakatnya gugur. Begitu pula sebaliknya, jika seseorang telah membayar zakat bukan berarti ia terbebas dari beban pajak.
Zakat penghasilan/gaji/profesi yang diwajibkan untuk dizakati adalah apabila penghasilan selama 1 tahun (12 bulan) setelah dikurangi biaya hidup untuk diri dan keluarga yang masih menjadi tanggungannya dan hutang (jika ia berhutang), mencapai harga 85 gram emas murni (24 karat) dan besar zakatnya ialah 2,5 %. Jika setiap kali penerimaan gaji ada potongan pajak, maka ini mempengaruhi perhitungan zakat.
Sebelum dikeluarkan zakatnya, besar gaji dikurangi pajak terlebih dahulu kemudian dikurangi kebutuhan primer selama setahun dan hutang, baru kemudian dikeluarkan zakatnya, dengan catatan: apabila kelebihan gaji selama setahun tersebut mencapai nisab (harga 85 gram emas murni/24 karat).
Hal ini karena memang zakat diwajibkan pada harta yang kelebihan, sebagaimana firman Allah:“Dan mereka menanyakan kepadamu (tentang) apa yang (harus) mereka infakkan. Katakanlah, “kelebihan (dari apa yang diperlukan) …” (QS. al-Baqarah: 219).