MUHAMMADIYAH.OR.ID, GRESIK– Tauhid rahamutiyah menurut Hamim Ilyas merupakan rumusan tauhid yang berdsarkan pada banyak ayat al Qur’an. Tahuid rahamutiyah menegaskan bahwa Allah mewajibkan dirinya memiliki sifat rahman. Sifat rahmat ini mendahului murka dan sifat-sifat, serta kapasitas Allah yang lain.
Diantaranya seperti diterangkan dalam QS al An’am ayat 12, “Katakanlah (Muhammad), “Milik siapakah apa yang di langit dan di bumi?” Katakanlah, “Milik Allah.” Dia telah menetapkan (sifat) kasih sayang pada diri-Nya….”
“Allah itu Maha Esa, juga Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah kuasa, bisa menetapkan pada dirinya sifat kuasa, kejam, balas dendam, keras, dan sifat yang suka menghukum. Tapi Allah pilihannya bukan itu,” katanya Dalam Pengajian Ramadan 1442 H yang diselengarakan PCM GKB, Gresik pada (17/4)
Merujuk al An’am ayat 12, Hamim Ilyas dengan jelas mengatakan bahwa, Allah tidak memilih sifat-sifat keras yang dilekatkan kepada dirinya. Melainkan Dia memilih sifat rahmat. Lebih jauh Hamim menjelaskan, sifat rahmat ini dipilih Allah lebih dahulu sebelum mencipta.
Dalam salah satu hadis qudsi, Allah membatasi dirinya dengan sifat rahmat ini menjadi hukum yang berlaku pada dirinya. Allah menghendaki atas zatnya, bahwa sesungguhnya rahmat-Nya, welas asih-Nya mendahului murka-Nya. Artinya, semurka apapun Allah dasarnya adalah rahmat.
“Sehingga ramat itu inti sifat Allah, core sifat Allah. Core itu harus ada, kalau tidak ada berarti tidak benar,” imbuhnya
Hamim Ilyas menjelaskan, bahwa inti sifat rahmat Allah itu adalah welas asih. Jadi Allah menjadi illah atau Tuhan yang disembah itu berdasarkan rahmat. Karena sifat yang dimiliki ini, Allah tidak menghendaki manusia akan sakit, mati atau menderita saat menyembah Dirinya.
Termasuk nanti di hari pembalasan, ketika Allah menjadi satu-satunya penguasa yang berhak memberikan balasan, Dia juga tetap berdasarkan welas asih. Karena berdasar sifat ini, Allah tidak mau memberikan hisab atau pengadilan kepada manusia tanpa pengadilan yang seadil-adilnya.
Termasuk dalam memberikan risalah kepada Nabi Muhammad SAW, Allah juga memberikannya atas dasar rahmat. Penyampaian risalah dengan kualitas rahmat ini menurut Hamim Ilyas merupakan penegasan bahwa risalah disampaikan yang tidak berdasarkan rahmat, maka risalah itu bukan risalah dari Nabi Muhammad.
“Berarti rahmat itu dalam agama kita merupakan konsep yang fundamental. Sehingga rahmat itu yang membentuk, mengatur, melestarikan ajaran ke-Tuhanan dan risalah nabi agung di agama kita,” tandasnya.